Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Makin merosotnya harga jual batubara di pasar internasional, membuat sebagian perusahaan terpaksa menutup aktivitasnya. Pemicu utama penurunan harga jual karena perlambatan permintaan khususnya dari China dan India yang ekonominya sedang lesu.
Bob Kamandanu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) mengatakan, umumnya pengusaha yang menghentikan aktivitas tambang di wilayah Sumatera, sebab tingkat biaya operasional lebih tinggi dibandingkan di Kalimantan. "Tahun lalu, di Jambi masih ada 30 perusahaan yang menjual batubara sekarang sama sekali sudah tidak ada, di Sumatera Selatan juga sedang kembang kempis pasokannya," kata dia, Jumat (7/2).
Berdasarkan ketetapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Februari ini harga batubara acuan (HBA) mencapai US$ 80,44 per ton, atau turun 1,8% dibandingkan HBA per Januari 2014 sebesar US$ 81,9 per ton. Namun, dibandingkan HBA per Februari 2013 yang mencapai US$ 88,35 per ton, harga jual tersebut merosot sebesar 8,9%.
Menurut Bob, di Sumatera kebanyakan perusahaan tambang menggunakan fasilitas transportasi darat sehingga pengeluaran biaya operasionalnya sulit ditekan. Selain itu, kualitas batubara yang diproduksi merupakan kualitas rendah di bawah 3.000 kkal/kg, yang harga jualnya jauh lebih rendah dari dengan HBA yang ditetapkan pemerintah.
Sebagai contoh, harga patokan batubara (HPB) per Februari ini untuk batubara kualitas 2.995 kkal/kg mencapai US$ 19,88 per ton. "Tahun ini, banyak pengusaha yang kualitas kalori sedang yang mulai menahan produksinya," ujar Bob.
Mengingat banyaknya perusahaan tambang yang menghentikan kegiatan operasional ataupun mengurangi produksi, menurut Bob, pihaknya memproyeksikan produksi batubara nasional berkisar 390 juta ton hingga 410 juta ton pada 2014 ini. Dengan begitu, produksi akan lebih rendah dengan realisasi pada 2013 yang mencapai 421 juta ton.
Gultom Guska, Head of Division Supervision, Controlling, Production and Marketing of Coal Kementerian ESDM mengatakan, selain permintaan batubara di pasar internasional yang sedang melemah, jumlah pasokan batubara dari dalam negeri juga masih cukup melimpah. Alhasil, kondisi ini membuat harga batubara semakin terpuruk.
Menurutnya, sejauh ini pihaknya belum menerima laporan mengenai tutupnya puluhan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Jambi dan Sumatera Selatan. "Untuk IUP kewenangan daerah, sehingga catatan banyaknya perusahaan yang tutup belum ada di tangan kementerian," ujar dia.
Pada 2014 ini, Kementerian ESDM akan mengawasi betul kinerja produksi dari perusahaan pemegang konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Gultom bilang, pengawasan ini dilakukan agar produksi tidak melebih target pemerintah sebesar 397 juta ton, dan suplai domestik tetap aman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News