Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesian Tobacco Tbk membuka opsi untuk menaikkan harga produk tembakau irisnya tahun ini. Pertimbangan tersebut didasari oleh peluang naiknya harga-harga produk substitusi, yakni rokok golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) pasca penerapan tarif baru cukai hasil tembakau di tahun 2021.
Direktur Utama Indonesian Tobacco Djonny Saksono memperkirakan, kenaikan harga produk tembakau iris perusahaan akan berkisar kurang lebih 5%, lebih rendah dari rata-rata kenaikan tarif cukai SKM dan SPM. Langkah ini diproyeksi bisa meningkatkan profitabilitas perusahaan, namun realisasinya masih akan didasarkan pada pengamatan perusahaan atas kondisi pasar terlebih dahulu.
“Kita akan memonitor dulu harga-harga rokok di pasar, apakah harga-harga rokok sudah naik? Ataukah produsen-produsen rokok masih menahan harga? Kita harus hati2 dan tidak bisa gegabah,” kata Djonny kepada Kontan.co.id, Senin (8/2).
Baca Juga: PPKM mikro, Matahari Putra Prima (MPPA): Bisnis ritel bisa bergairah lagi
Seperti diketahui, sebelumnya Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dengan adanya beleid tersebut, tarif cukai untuk rokok pada golongan SKM dan SPM mengalami kenaikan.
Pada golongan SKM I, kenaikan tarif cukai ditetapkan sebesar 16,9%. Sementara itu, kenaikan tarif cukai pada golongan SKM II ditetapkan sebesar 13,8% pada golongan SKM II A dan 15,4% pada SKM II B.
Pada kategori SPM, kenaikan rokok golongan SPM I ditetapkan sebesar 18,4%. Sementara itu, kenaikan tarif cukai pada golongan SPM II ditetapkan sebesar 16,5% untuk SPM II A dan 18,1% untuk SPM II B.
Kalau dirata-rata, kenaikan tarif cukai rokok pada tahun 2021 mencapai sekitar 12,5%. Tarif baru ini mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
Baca Juga: Bumi Serpong Damai (BSDE) pasang target marketing sales sebesar Rp 7 triliun
Djonny bilang, kenaikan tarif cukai rokok SKM dan SPM berpotensi mengungkit permintaan tembakau iris, sebab kenaikan tersebut bisa memperbesar selisih harga jual produk tembakau iris yang diproduksi ITIC dengan harga jual rokok SKM dan SPM.
Hal ini menurut Djonny berpeluang membuat produk tembakau iris ITIC menjadi lebih diminati oleh pasar, terlebih kondisi ekonomi masih belum sepenuhnya pulih setelah tertekan oleh efek gulir Covid-19.
“Harga rokok akan merangkak naik, sehingga ada downshifting atau penurunan daya beli pada konsumen rokok, dan ada sebagian dari mereka yang mau berhemat dan mencari produk alternatif yang lebih murah/ekonomis,” terang Djonny.
Baca Juga: Mega Perintis (ZONE) sebut PPKM mikro jadi angin segar
Sampai tutup tahun nanti, ITIC membidik pertumbuhan penjualan minimal 10% dibanding realisasi tahun 2020. Bersamaan dengan target tersebut, Djonny memproyeksi bahwa perolehan laba bersih perusahaan juga berpeluang meningkat sebesar 10% atau lebih.
Sejauh ini, ITIC belum merilis laporan keuangan tahun 2020 untuk satu tahun penuh. Namun berdasarkan laporan keuangan interim perusahaan, ITIC mencatatkan penjualan sebesar Rp 179,03 miliar di sepanjang Januari-September 2020 lalu, tumbuh 48,86% dibanding realisasi penjualan periode sama tahun 2019 yang sebesar Rp 120,26 miliar.
Bersamaan dengan penjualan yang naik, laba bersih ITIC meroket hingga Rp 13,55 miliar di sepanjang Januari-September 2020. Sebelumnya, perolehan laba bersih ITIC hanya mencapai Rp 611,31 juta pada periode sama tahun 2019.
Selanjutnya: Transkon Jaya (TRJA) garap proyek di Halmahera, Maluku Utara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News