Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kenaikan harga udang belum dirasakan keuntungannya oleh para penambak. Towilun, penambak plasma PT Aruna Wijaya Sakti yang sekaligus Ketua LPMK Kampung Bumi Dipasena Utama Lampung mengatakan, harga udang di tingkat penambak masih jauh dari ideal.
Udang vaname ukuran 60 milimeter (mm), misalnya, hanya dihargai PT AWS sebesar Rp 36.000 per kilogram (kg). Harga ini memang naik dari bulan-bulan sebelumnya, tapi kenaikannya kecil hanya Rp 500 per kg. "Ini masih jauh dari harga yang kita harapkan," ujar Towilun, Jumat (25/3).
Penambak mengharapkan, harga udang itu setidaknya 6 kali dari harga pakan. Saat ini, penambak setidaknya harus mengeluarkan biaya pakan sebesar Rp 7.650 per kg. Artinya, harga udang yang ideal bagi penambak setidaknya sebesar Rp 45.900 per kg.
Penentuan harga udang di tingkat penambak sebenarnya didasarkan pada harga rata-rata udang nasional. Harga rata-rata ini ditetapkan oleh Dinas Kelautan & Perikanan (DKP) setempat dengan merujuk pada harga rata-rata di 5 cold storage besar, yaitu 1 di Lampung, 2 di Surabaya dan 2 di Jakarta. Harga rata-rata dari lima storage itulah yang menjadi rujukan harga udang di tingkat penambak.
Anehnya, Ketut Sugama, Dirjen Perikanan Budidaya KKP, mengaku heran dengan harga udang yang diterima penambak di Lampung. Dalam pantauannya, harga udang di cold storage Surabaya itu Rp 55.000 per kg, di cold storage Lampung Rp 52.000 per kg, dan di cold storage Jakarta Rp 55.000 per kg. "Seharusnya harga udang yang di tingkat penambak juga di kisaran itu," ujar Ketut.
Ketut menduga ada masalah komunikasi antara penambak di Lampung dengan DKP setempat. Menurutnya, sejak ada demonstrasi penambak di PT AWS awal Januari kemarin, KKP memang kehilangan kontak dengan para petambak.
Sekadar informasi, pada Januari kemarin ribuan penambak plasma PT AWS memang melakukan demonstrasi besar-besaran. Mereka menuntut adanya kejelasan revitalisasi tambak udang yang tidak jelas. Towilun bilang, dalam kesepakatan awal, PT AWS harus merevitalisasi 16 tambak. Namun, hingga kini tambak yang di revitalisasi baru 5 tambak saja. "Ini rentan menimbulkan kecemburuan penambak," jelas Towilun.
Penambak juga menuntut kejelasan penentuan harga udang. Selama ini, penentuan harga udang tidak jelas mekanismenya. Akibatnya, penambak selalu mendapatkan harga jelek dari perusahaan. Penambak juga sering merugi akibat listrik di pertambakan sering mati. Penambak menuntut PT AWS agar lebih konsekuen dalam penyediaan listrik di pertambakan.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada kejelasan penyelesaian masalah tersebut. Towilun bilang, penambak menunggu keputusan dari pemerintah saja dalam penyelesaian masalah tersebut. "Pemerintah bisanya kapan, kami tunggu saja, asal jangan terlalu lama," tandas Towilun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News