Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) 15% mulai bulan Juli mendatang membikin pengusaha resah. Hari Rabu (6/5) ini, sebanyak 20 asosiasi akan melakukan penolakan terhadap kebijakan yang dinilai akan memperlemah daya saing itu. Diantaranya dari sektor ritel, jasa, kaca, dan manufaktur.
”Dari 20 asosiasi yang akan menolak, 15 asosiasi sudah konfirmasi untuk datang dan mengumumkan penolakan ini,” kata Franky Sibarani, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Aksi penolakan tersebut akan dilakukan di kantor Asoisiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Menurut Franky, kenaikan TDL yang akan dilakukan pemerintah tersebut akan membuat industri dalam negeri semakin lemah dalam kerangka kerjasama Asean China Free trade Agreement (ACFTA). Padahal, program dari pemerintah adalah meningkatkan daya saing dalam menghadapi ACFTA. ”Kebijakan ini (kenaikan TDL) paradoks dengan kebijakan menaikan daya saing,” jelas Franky.
Saat ini, industri dalam negeri mengalami sejumlah kendala bisnis. Diantaranya, ekonomi biaya tinggi akibat tumpang tindih kebijakan, pasokan energi listrik terbatas, infrastruktur yang tidak memadai, produk impor illegal, standard produk dan label, produktifitas yang lebih rendah, bunga bank yang tidak kompetitif, hambatan di pelabuhan dan transportasi yang lambat.
”Jika ditambah dengan kenaikan TDL, maka akan terjadi peningkatan biaya produksi,” jelasnya. Dus, produk yang dihasilkan oleh Indonesia akan semakin merosot dengan produk yang diimpor dari China atau dari negara ASEAN lainnya dalam kerangka kerjasama ACFTA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News