kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

HBA Februari melompat ke level US$ 87,79 per ton, ini kata pengusaha batubara


Sabtu, 06 Februari 2021 / 10:20 WIB
HBA Februari melompat ke level US$ 87,79 per ton, ini kata pengusaha batubara


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) terus menanjak sejak akhir 2020. Harga indeks batubara terus membara hingga Februari 2021, yang dipatok sebesar US$ 87,79 per ton atau meroket 15,7% dari bulan sebelumnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan bahwa harga batubara memang kembali pulih dalam beberapa bulan terakhir, setelah sepanjang tahun 2020 mengalami tekanan hebat akibat pandemi covid-19.

"Harga batubara menuju ke level psikologis dan menjadi tren positif untuk industri batubara tanah air," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Jum'at (5/2).

Baca Juga: Melonjak 15,7%, harga batubara acuan (HBA) berada di US$ 87,79 per ton

Dia membeberkan, ada sejumlah alasan mengapa HBA bisa terus menanjak. Pertama, adanya pengurangan produksi di semua negara eksportir batubara untuk mengimbangi penurunan permintaan akibat pandemi di 2020.

Kedua, permintaan yang tinggi akibat dari musim dingin di negara-negara importir pada bulan Januari, khususnya di China. Ketiga, supply yang terbatas, karena Indonesia mengalami musim hujan yang tinggi. Selain itu di negara produsen batubara lainnya seperti Australia menerapkan libur akhir tahun yang panjang.

"Negara produsen yang lain juga mempunyai stock yang rendah, serta berhentinya produksi dua tambang di Columbia," sambung Hendra.

Alasan keempat tren kenaikan HBA juga dipengaruhi oleh ketatnya kebijakan lingkungan terhadap tambang batubara di China pada Kuartal IV-2020.

Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) tetap fokus jual batubara ke pasar domestik

Kondisi itu ditambah juga dengan pemulihan ekonomi global dan kenaikan permintaan batubara dari China, yang menjadi sentimen positif pada tahun ini.  Menurut Hendra, kemungkinan kembali pulihnya ekonomi global pada 2021 diperkirakan bakal mendorong rebound jangka pendek dalam permintaan batubara. 

"Permintaan diperkirakan akan naik terbatas, namun negara produsen batubara juga akan menaikkan output sehingga kami perkirakan permintaan tidak akan sekuat tahun 2018," tutur Hendra.

Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa harus tetap waspada, sebab HBA bisa sewaktu-waktu merosot kembali. Apalagi, angka penyebaran covid-19 terpantau masih tinggi, termasuk di Indonesia. Beberapa negara pun kembali memberlakukan pembatasan sosial atau lockdown. Kondisi itu bisa membuat penggunaan listrik kembali menurun. 

"Penurunan permintaan listrik berarti pula akan ada penurunan harga batubara karena komoditas ini adalah sumber enegri primer utama dalam pembangkitan listrik," pungkas Hendra.

Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, kenaikan HBA pada Februari 2021 tak lepas dari adanya sinyal supercycle yang diyakini akan terjadi di tahun 2021. Sinyal supercycle tersebut ada pada berbagai komoditas terutama komoditas pertambangan.

Salah satu pemicunya berasal dari suku bunga acuan yang rendah, dolar AS yang lemah hingga pertumbuhan ekonomi serta pembangunan infrastruktur di berbagai negara. "Adanya sentimen commodity supercycle, antara lain kenaikan harga gas ikut memperkuat harga batubara," kata Agung Pribadi, Kamis (4/2).

Baca Juga: Pencarian dana sektor komoditas kian ramai

Selain faktor supercycle, penyebab utama dari pendorong kenaikan HBA adalah melonjaknya permintaan impor dari Tiongkok. "Suplai batubara domestik (Tiongkok) tidak dapat memenuhi kebutuhan batubara pembangkit listrik," sambung Agung.

Harga Batubara kembali pulih (rebound) dalam empat bulan terakhir setelah sepanjang tahun 2020 tertekan akibat pandemi Covid-19, yaitu Oktober 2020 (US$ 51 per ton), November 2020 (US$ 55,71 per ton), Desember 2020 (US$ 59,65 per ton), dan Januari (US$ 75,84 per ton). "Selama empat bulan terakhir harga batubara terus menuju ke level psikologis," tandas Agung.

Sebagai informasi, perubahan HBA juga disebabkan oleh faktor turunan supply dan faktor turunan demand. Untuk faktor turunan supply dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

HBA bulan Februari ini akan dipergunakan pada penentuan harga batubara pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).

Selanjutnya: Freeport bakal tetap mengikuti arahan pemerintah terkait rencana pembangunan smelter

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×