Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Pemerintah ke depan dihadapkan tantangan untuk memperkuat hilirisasi produk perikanan berbasis desa.
Muslim Panjaitan, Ketua DPW Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tanjung Balai menuturkan, agar MEA terasa manfaatnya, persoalan-persoalan domestik kenelayanan perlu dituntaskan sesegera mungkin. Di perairan Asahan Sumatera Utara misalnya, teridentifikasi sebanyak 80 kapal ikan trawl masih bebas beroperasi.
"Jika pengunaan alat tangkap trawl segera dihentikan, maka produksi nelayan dapat ditingkatkan." Kata Muslim pada Forum Dialog Kerakyatan II yang berlangsung di Tanjung Balai Sumatera Utara, dalam rilis yang diterima Kontan, Kamis (5/6).
Selain di hulu, sektor perikanan Indonesia mendapati persoalan pelik di hilir. Mulai dari ketersediaan bahan baku minim, utilisasi industri perikanan rendah, dan tenaga kerja di tingkat pengolahan masih sangat kurang.
"Faktanya, dari 13,8 juta total tenaga kerja yang bergerak di sektor perikanan, hanya 10 persen yang bekerja di sektor pengolahan. Hal tesebut menggambarkan tersendatnya hilirisasi perikanan nasional.
Maka ke depan, insentif perlu diberikan oleh pemerintah untuk mengembangkan sekurang-kurangnya 10 ribu unit usaha pengolahan ikan skala desa," ungkap Riza Damanik Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGC).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News