CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.322.000   -29.000   -1,23%
  • USD/IDR 16.781   34,00   0,20%
  • IDX 8.391   -25,70   -0,31%
  • KOMPAS100 1.162   -3,45   -0,30%
  • LQ45 846   -3,58   -0,42%
  • ISSI 293   -1,02   -0,35%
  • IDX30 442   -3,16   -0,71%
  • IDXHIDIV20 513   -1,65   -0,32%
  • IDX80 131   -0,58   -0,44%
  • IDXV30 136   -0,64   -0,47%
  • IDXQ30 141   -0,29   -0,21%

HKI Usul Penurunan Bertahap PPN Jadi 8% untuk Memacu Pertumbuhan Industri


Selasa, 18 November 2025 / 09:20 WIB
HKI Usul Penurunan Bertahap PPN Jadi 8% untuk Memacu Pertumbuhan Industri
ILUSTRASI. Kontan/Panji Indra. HKI menyampaikan pandangan resmi terkait dampak tarif PPN terhadap konsumsi masyarakat dan pertumbuhan industri nasional.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menyampaikan pandangan resmi terkait dampak tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap konsumsi masyarakat dan pertumbuhan industri nasional. HKI menilai penyesuaian tarif PPN diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi, terutama sektor industri yang banyak beroperasi di kawasan industri.

HKI mengusulkan penurunan tarif PPN secara bertahap mulai tahun 2026 hingga 2028, yaitu 10% pada 2026, 9% pada 2027, dan 8% pada 2028. Skema bertahap ini dinilai lebih realistis bagi pemerintah, sekaligus memberikan ruang lebih besar bagi pertumbuhan konsumsi dan ekspansi kawasan industri.

Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana menyampaikan bahwa kenaikan PPN menjadi 11% bukan satu-satunya penyebab pelemahan ekonomi belakangan ini. Tetapi, tekanan konsumsi dan perlambatan permintaan cukup terasa di sektor industri.

Baca Juga: Ini Strategi Kemenperin dan Industri untuk Kurangi Ketergantungan Impor Sektor Kimia

“Kami melihat penjualan turun dan ekspansi tertunda di banyak sektor. Bukan karena satu faktor saja, tetapi PPN yang tinggi ikut memberi tekanan pada pasar. Penurunan tarif secara bertahap akan membantu memulihkan keyakinan konsumen dan menggerakkan kembali produksi,” ungkap Ma'ruf dalam rilis yang disiarkan pada Senin (17/11/2025).

HKI membeberkan bahwa dampak penurunan PPN tidak dapat dihitung secara statis hanya dari sisi penerimaan negara. Setiap penurunan 1% tarif PPN diproyeksikan mengurangi pendapatan sekitar Rp 70 triliun, namun perhitungan tersebut tidak memasukkan efek peningkatan transaksi.

“Ketika tarif turun, konsumsi naik, dan volume transaksi meningkat. Dalam banyak skenario, total penerimaan PPN justru bisa membaik karena basis pajaknya menjadi lebih besar,” jelas Ma’ruf.

HKI menilai penurunan PPN tidak hanya mendorong konsumsi, tetapi juga meningkatkan aktivitas industri di kawasan industri. Saat permintaan kembali membaik, pabrik akan meningkatkan kapasitas produksi, membuka shift tambahan, melakukan ekspansi fasilitas, hingga mencari lahan industri baru.

Siklus itu yang kemudian menggerakkan pertumbuhan kawasan industri. “Tarif 10% pada 2026 akan mengembalikan stabilitas. Penurunan lebih lanjut ke 9% dan 8% pada 2027–2028 akan menjadi akselerator pertumbuhan kawasan industri. Dampaknya langsung terasa: permintaan lahan naik, investasi baru masuk, dan kawasan industri menjadi pusat kegiatan ekonomi,” kata Ma’ruf.

HKI juga mengaitkan usulan ini dengan target besar pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Menurut HKI, target tersebut hanya bisa dicapai bila konsumsi rumah tangga kuat dan industri bergerak agresif.

“Tidak ada pertumbuhan 8% tanpa konsumsi yang pulih dan tidak ada industri yang tumbuh tanpa pasar yang hidup. Penurunan PPN adalah langkah nyata untuk mempercepat keduanya,” jelas Ma’ruf.

Percepatan Realisasi Investasi

Di sisi lain, HKI menilai bahwa kebijakan penurunan PPN harus berjalan beriringan dengan percepatan realisasi investasi, terutama untuk mendorong pengembangan kawasan industri prioritas di periode 2025–2029.

Menurut Ma’ruf, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) atau Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi menjadi sangat penting untuk memastikan arus minat investasi dapat segera diubah menjadi proyek nyata.

“Penurunan PPN akan meningkatkan permintaan, tetapi itu harus diikuti dengan percepatan investasi agar kapasitas industri bisa segera bertambah. Kami melihat urgensi percepatan dari satgas atau pokja khusus yang fokus mengawal percepatan investasi di kawasan industri mulai dari penyederhanaan perizinan, penyediaan lahan, hingga percepatan utilitas dan infrastruktur,” terang Ma'ruf.

Menurut HKI, Satgas dapat menjadi jembatan antara pemerintah, kawasan industri, dan calon investor agar hambatan di lapangan dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih terkoordinasi.

“Kalau permintaan sudah bergerak, tetapi investasinya lambat, kita kehilangan momentum. Karena itu, penurunan PPN dan percepatan investasi harus berjalan beriringan sebagai satu paket kebijakan ekonomi nasional,” tutup Ma’ruf.

Baca Juga: Dominasi Batubara Belum Tergoyahkan, Kapasitas Listrik RI Tembus 107 GW

Selanjutnya: Rupiah Spot Melemah 0,12% ke Rp 16.756 per Dolar AS pada Selasa (18/11) Pagi

Menarik Dibaca: Promo HokBen Combo Deals sampai 23 November, Hoka Delight & Lemon Tea Cuma Rp 9K

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×