Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
Meski begitu, Khudori menilai kebijakan ideal bagi HPP sebetulnya diberlakukan seperti kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, yaitu menggunakan skema zonasi.
Pasalnya, kenaikan harga produki tidak bisa dipukul rata antar daerah. Sementara saat ini kebijakan HPP masih ditetapkan rata-rata secara nasional.
"Sekarang yang ditetapkan Badan Pangan kan masih rata-rata nasional, padahal ongkos produksi wilayah memang berbeda," ungkapnya.
Adapun, Bapanas resmi menerbitkan Perbadan No.4/2024 tentang HPP dan Rafaksi Gabah pada awal Juni 2024 yang merupakan perubahan dari Perbadan No.6/2023. Dalam beleid terbaru itu HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp6.000/kg atau naik Rp1.000 dari HPP GKP tahun lalu sebesar Rp5.000/kg.
Baca Juga: Bapanas Naikkan HPP Gabah dan Beras Sementara untuk Amankan Stok
Secara terperinci, dalam Perbadan No.4/2024, Bapanas menetapkan GKP di tingkat petani sebesar Rp6.000/kg, dengan kualitas kadar air maksimal 25% dan kadar hampa maksimal 10%.
Untuk GKP di tingkat penggilingan, pemerintah mematok HPP sebesar Rp6.100/kg dengan kualitas kadar air maksimal 25% dan kadar hampa maksimal 10.
Kemudian, HPP gabah kering giling (GKG) di penggilingan sebesar Rp7.300/kg dengan kualitas kadar air maksimal 14% dan kadar hampa maksimal 3%. Sementara itu, GKG di gudang Bulog dipatok sebesar Rp7.400/kg dengan kualitas kadar air maksimal 14% dan kadar hampa maksimal 3%.
Untuk beras di gudang Bulog, ditetapkan sebesar Rp11.000/kg, dengan kualitas derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir patah maksimal 20%, dan butir menir maksimal 2%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News