Reporter: Pratama Guitarra, Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
Namun, hingga tahun 2018, smelter yang sudah bisa beroperasi baru separuh dari target tersebut. Sampai dengan tahun lalu, baru ada 27 smelter yang sudah bisa beroperasi.
Sehingga, direncanakan ada tambahan 30 smelter dalam empat tahun ke depan. Rincinya, ditargetkan akan ada tambahan 3 smelter tembaga, 16 smelter nikel, 5 smelter bauksit, 2 smelter besi dan 4 smelter timbal dan seng.
Baca Juga: Sejumlah emiten merambah bisnis tambang emas
Sementara itu, Yunus mengungkapkan akan ada tiga smelter yang ditargetkan bisa beroperasi pada tahun ini. Yakni smelter nikel PT Aneka Tambang di Tanjung Buli-Halmera, smelter timbal PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, dan smelter nikel PT Wanatiara Persada di Obi, Halmahera.
Hingga Kuartal I-2019, Yunus mengklaim bahwa secara umum target pembangunan smelter masih sesuai target. "Sementara ini secara umum tercapai. Ketika ada perusahaan yang bandel, ya segera ekspornya dilarang, itu sebagai bentuk pembinaan kita," kata Yunus.
Meski demikian, tercatat ada enam perusahaan yang progres pembangunan smelternya tidak sesuai target. Lima diantaranya dikenai sanksi penghentian sementara izin ekspor, yakni PT Surya Saga Utama (Nikel), PT Genba Multi Mineral (Nikel), PT Modern Cahaya Makmur (Nikel), PT Integra Mining Nusantara (Nikel) dan PT Lobindo Nusa Persada (Bauksit).
Sementara, satu perusahaan lainnya dikenai sanksi pencabutan izin ekspor, yaitu PT Gunung Bintan Abadi (Bauksit). Yunus bilang, pihaknya akan terus mengevaluasi dan menindak tegas perusahaan yang tidak patuh terhadap ketentuan pembangunan smelter.
Langkah itu, sambung Yunus, justru dimaksudkan untuk menunjukkan komitmen dalam pembangunan smelter dan hilirisasi mineral. "Jadi mana saja perusahaan yang betul serius membangun smelter, mana yang tidak. Intinya kita akan tegas, harus dimengerti kewajiban membangun smelter jalan terus" tegas Yunus.
Karenanya, Yunus yakin sekalipun target 57 smelter pada tahun 2022 tidak seluruhnya tercapai, roadmap hilirisasi dan penghentian ekspor mineral mentah tidak akan terganggu. Sebab, kewajiban membangun smelter tetap akan terus berlanjut.
Terlebih, kata Yunus, dari sisi keekonomian perusahaan akan tetap menyelesaikan pembangunan smelter yang memakan biaya investasi tinggi. "Kewajiban membangun (smelter) jalan terus, lagi pula kan sudah hampir jadi pasti tanggung kalau nggak selesai. Kan sayang investasinya," terangnya.
Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menegaskan, pihaknya akan mencabut izin ekspor dari perusahaan yang belum menyelesaikan pembangunan smelter pada tahun 2022. "Jadi kalau nggak tercapai ya dia (perusahaan) nggak bakal bisa ekspor," kata Bambang saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (9/5) malam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News