kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IMA Dorong Semua Pemangku Kepentingan Serius Tangani Praktik Pertambangan Ilegal


Senin, 29 Agustus 2022 / 22:30 WIB
IMA Dorong Semua Pemangku Kepentingan Serius Tangani Praktik Pertambangan Ilegal


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Mining Association (IMA) atau Asosiasi Pertambangan Indonesia berharap semua pemangku kepentingan (stakeholders)  serius dalam mengatasi praktik penambangan tanpa izin (PETI) yang belakangan ini kembali marak. Pemerintah daerah dan Polri juga didorong untuk proaktif dalam pencegahan PETI, tidak menunggu eskalasi hingga membesar.

“Sangat penting adalah koordinasi Pemda-Kepolisian-dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” ujar Rachmat Makkasau, Ketua IMA dalam keterangannya, Senin (29/8).

Rachmat mengungkapkan peran vital penanganan PETI sejatinya ada di Pemda dan Kepolisian. Sedangkan dari perusahaan pertambangan pemilik izin usaha dari pemerintah yang terbaik adalah melaporkan, terutama  apabila ada indikasi PETI di wilayahnya.

“Kami berharap mereka tidak menunggu hingga skalanya berkembang menjadi besar karena akan semakin sulit (penanganannya),” jelas Rachmat.

Baca Juga: Produsen Timah Swasta Dikabarkan Dapat Izin Produksi 55.000 Ton, Begini Tanggapan IMA

Menurut dia, IMA selalu meminta anggotanya untuk berkoordinasi dengan Pemda-Kepolisian dan Kementerian ESDM.

“Perkembangan dilakukan masing-masing perusahaan dengan Pemda dan Kepolisian, serta dukungan dari Kementerian ESDM,” ujarnya.

Kegiatan PETI semakin tak terkendali, terutama ketika harga komoditas terus naik dan menyebabkan terjadinya disparitas harga tinggi. Banyak kegiatan di titik pertambangan tanpa izin di sektor minerba. Selain perusahaan penambang legal, kerugian juga dialami pemerintah dan masyarakat karena lingkungan sekitarnya rusak. 

Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga kuartal III 2021 terdapat 2.645 lokasi PETA tambang mineral dan 96 lokasi tambang batu bara. Kementerian ESDM juga menyebutkan sekitar 3,7 juta pekerja terlibat dalam kegiatan PETI.

Brigjen (Pol) Pipit Rismanto, Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Tertentu Polri, mengatakan saat ini sudah ada koordinasi dan sinkronisasi data antara kepolisian dan Kementerian ESDM terhadap beberapa komoditas penambangan. Kegiatan PETI tak hanya melanggar UU Minerba, tapi juga UU Ketenagakerjaan terkait K3, UU Lingkungan hingga terdapat penyalahgunaan BBM bersubsidi.

“Permasalahan PETI sangat kompleks, tidak bisa diselesaikan dengan berjalan sendiri – sendiri sehingga perlu penataan regulasi yang berkembang dan berkelanjutan yang mampu mendorong perekonomian daerah maupun nasional, koordinasi antar lembaga dan sinergi juga harus ditingkatkan,” ujar Pipit dalam webinar pertambangan tanpa izin,  beberapa waktu lalu.

Ade Adhari, Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law, mengatakan sedikitnya ada lima  kerugian akibat PETI di Indonesia. Selain kerusakan dan pencemaran lingkungan, juga kehilangan pendapatan negara serta tidak ada jaminan reklamasi dan pasca tambang.

Baca Juga: Grup MIND ID dan Pemerintah Bahas Peran Industri Batu Bara dalam Transisi Energi

“Kegiatan PETI juga menghilangkan adanya kesempatan CSR tambang, tidak adanya kewajiban Community Development selain kehidupan masyarakat ada terancam” kata dosen hukum pidana Universitas Tarumanegara, Jakarta itu.

Ade menyebutkan pemberian sanksi pidana diperlukan untuk pelaku PETI. Tujuannya adalah mempengaruhi masyarakat untuk tidak melanggar terhadap norma hukum administrasi melalui sanksi yang bersifat nestapa. Selain itu, melindungi kepentingan masyarakat luas agar terproteksi dari perbuatan tindak pidana administrasi. “Selain itu, memberikan sebuah sarana penyelesaian  akhir terhadap pelanggaran norma hukum administrasi yang tidak menaati sanksi administrasi yang telah dijatuhkan,” ujarnya.

Delik PETI mengacu pada UU Minerba pasal 158 dan 160. Pasal 158 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana pasal 35 dipidana maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar. Adapun  pasal 160 menyatakan bawah setiap orang yang punya IUP dan IUPK pada tahap kegiatan eksplorasi tapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×