kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Impor keramik disebut masih marak terjadi, Asaki minta perpanjangan safeguard


Selasa, 25 Mei 2021 / 16:50 WIB
Impor keramik disebut masih marak terjadi, Asaki minta perpanjangan safeguard
ILUSTRASI. Pekarja mengamati wall ceramic usai proses pembakaran akhir di pabrik Roman Ceramic Balaraja Banten, Kamis (9/3). ./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) meminta pemerintah untuk memperpanjang kebijakan safeguard keramik yang akan berakhir pada Oktober 2021. Kebijakan yang sudah dilaksanakan selama tiga tahun ini belum mampu membendung importasi keramik ke Indonesia. 

Sebagai informasi, kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.010/2018 tentang pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Terhadap Impor Produk Ubin Keramik. 

Ketua Umum Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto mengatakan kinerja Industri keramik mulai menunjukkan tren perbaikan yang tercermin dari tingkat utilisasi saat ini berkisar di level 75%. Utilisasi yang ada saat ini lebih baik dibandingkan 2020 yang hanya mampu berada di angka 56%. 

Baca Juga: Meski pendapatan turun, Krakatau Steel (KRAS) meraup laba di tahun lalu

Kendati sudah menunjukkan perbaikan, Edy mengungkapkan bahwa langkah pemulihan industri keramik masih penuh tantangan dan belum mampu sesuai harapan karena gangguan produk impor. 

"Implementasi kebijakan safeguard yang diberlakukan selama 3 tahun ( 2018-2021) belum berdampak positif bagi kondisi industri keramik nasional, di mana data impor dari 2017 hingga 2020 masih menunjukkan angka impor tumbuh sebesar 6,2%," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/5). 

Asaki melihat pemberlakuan safeguard dengan besaran BMTP 23%-21%-19% dapat diantisipasi China, India dan Vietnam melalui beberapa cara. Ketiga negara tersebut melakukan penurunan harga, penurunan ketebalan ubin keramik, pemberian tax rebate (insentif ekspor) serta devaluasi nilai mata uang. 

Edy memaparkan menjelang berakhirnya kebijakan safeguard pada Oktober 2021 dengan menurunnya besaran BMTP ke angka 19%, tentu memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi produk Impor mengisi pasar domestik.

Baca Juga: Kemenperin dorong peluang kerja sama Indonesia dan Uzbekistan di industri pupuk

Hal ini dibuktikan dengan data impor keramik selama Januari hingga April 2021 meningkat tajam 24% dibanding periode yg sama di tahun 2020.

Edy menjelaskan spek keramik impor yang masuk ke Indonesia  untuk segmen menengah ke atas. Namun, karena harganya lebih rendah hingga 25%-30% sehingga keberadaannya mulai menggerogoti pasar menengah ke bawah. 

Adanya persoalan tersebut, Asaki telah mengajukan kembali permohonan perpanjangan safeguard kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan telah dilanjuti dengan dimulainya Penyelidikan Perpanjangan Tindakan Pengamanan Perdagangan terhadap Impor Barang Ubin Keramik. 

"Asaki mengharapkan dukungan pemerintah dalam hal penguatan industri keramik terlebih di tengah resesi perekonomian nasional dengan memperpanjang kembali safeguard dengan tambahan besaran BMTP di atas 30%," ujar Edy. 

Baca Juga: Imbas krisis semikonduktor, produsen gawai Advan rasakan kenaikan harga chipset

Edy memastikan dan menjamin bahwa anggota Asaki mampu memasok kebutuhan keramik karena saat ini masih tersedia idle capacity atau kapasitas mesin yang tidak terpakai sebesar 25%-30% dari total kapasitas terpasang industri keramik yang berkisar 550 juta meter persegi. 

Selain gangguan Impor, Asaki juga mendesak segera diimplementasikannya Kepmen ESDM No 89 tahun 2020 mengenai harga gas industri seharga US$ 6/mmbtu untuk industri keramik yang berada di Jawa timur. 

Pasalnya, industri keramik di Jawa Timur saat ini masih membayar 34% dari total pemakaian gasnya dengan harga tinggi sehingga mereka harus membayar US$ 7,98/mmbtu. "Tentunya hal tersebut sangat memberatkan industri yang sedang berupaya untuk meningkatkan daya saingnya terhadap gempuran produk impor," kata Edy. 

Selanjutnya: Terimbas krisis chip global, Zyrex (ZYRX) penuhi bahan baku hingga November 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×