Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menilai impor barang tekstil masih terus melonjak hingga paruh pertama tahun ini. Hal tersebut didorong oleh perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) serta regulasi dalam negeri yang tidak melindungi produsen hulu tekstil.
Terkait perang dagang misalnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan ada banyak produk tekstil dan bahkan garmen dari China yang di-banned masuk ke AS.
Baca Juga: Imbangi Produk Impor, Trisula Textile Industries (BELL) Fokus Menggarap Pasar Seragam
"Kondisi ini menyebabkan produk dari China kemana-mana, tak hanya Indonesia saja, tapi juga negara-negara yang punya basis tekstil kuat seperti India, Turki dan Brazil," sebutnya kepada Kontan.co.id, Minggu (4/8).
Namun negara-negara tersebut telah melakukan proteksi seperti penerapan anti dumping, bahkan di Turki kata Redma selain anti dumping juga ada safeguard berupa peraturan tata niaga kuota impor yang ketat.
"Sementara disini keran impor dibuka cukup lebar malah untuk importasi umum," katanya.
Asosiasi menilai keberadaan Permendag nomor 64 tahun 2017, yang semula bermaksud merangsang ekspor namun di satu sisi memfasilitasi peluang impor juga naik. Kalau impor, kata Redma, sudah cukup punya fasilitas di kawasan berikat tidak perlu ada Permendag lagi, apalagi barang yang diimpor nyatanya telah dapat diproduksi di Indonesia.
Baca Juga: Akida minta pemerintah lindungi industri kimia anorganik melalui pembatasan impor
Hal ini dinilai mengganggu neraca perdagangan TPT, dimana berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dihimpun oleh APSyFI, hingga semester-I 2019, tercatat nilai ekspor memang mengalami kenaikan 3,9% year on year (yoy) menjadi US$ 6,73 miliar. Namun nilai impor tumbuh lebih tinggi lagi 7% yoy menjadi US$ 4,41 miliar di paruh pertama tahun ini.