Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli
Sehingga neraca perdagangan TPT tercatat US$ 2,32 miliar untuk Januari-Juni 2019, atau turun 3,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Banyaknya impor, menurut Redma menyebabkan produsen lokal sulit bersaing.
Baca Juga: Argo Pantes (ARGO) fokus tingkatkan produksi produk bermargin tinggi
Realitasnya, barang impor lebih murah karena kebanyakan merupakan barang TPT sisa dari pabrikan di China yang dijual dengan harga miring. Soal demand, baik ditingkat lokal maupun global dinilai masih terus ada.
"Tapi kalau produsen harus produksi banyak, sementara stok sendiri masih banyak numpuk karena tidak bisa jual disalib impor, cash flow jadi mandeg akhirnya ada yang memilih mengurangi produksi atau diam saja," urai Redma.
Perputaran cash flow di dunia tekstil cukup cepat, jika barang masih menumpuk di gudang 2-3 minggu saja maka dipastika cash flow bakal terganggu. Sedangkan para produsen garmen dalam negeri diakui Redma juga banyak menyerap benang dan kain impor.
Baca Juga: Cerita Bos Sritex Iwan Setiawan Terjun ke Dunia Investasi
Oleh karenanya, Asosiasi enggan mematok target yang muluk-muluk sampai akhir tahun ini. "Kalau capaian (tahun ini) sama seperti 2018 sudah sangat bagus, kecuali ada perbaikan di beberapa bulan kedepan," tegasnya.
Terkait penurunan produksi, beberapa pabrikan diketahui melakukannya seperti PT Argo Pantes Tbk (ARGO) yang semula memiliki kapasitas produksi kain sebesar 2 juta yard per bulan di tahun 2018 menjadi 1,78 juta yard per bulan sepanjang paruh pertama tahun ini.
Deepak Anand, Direktur Utama ARGO tak memberikan detil terkait kondisi pasar dalam negeri, namun efisiensi ini harus dilakukan demi memperoleh margin yang lebih baik. "Produksi memang agak mengalami penurunan. Karena ada beberapa item yang kami kurangi, demi Profitability tetap terjaga," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News