kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,64   -18,87   -2.02%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indef: Ada pihak yang berpotensi diuntungkan dan dirugikan DMO kelapa sawit


Selasa, 27 Oktober 2020 / 21:39 WIB
Indef: Ada pihak yang berpotensi diuntungkan dan dirugikan DMO kelapa sawit
ILUSTRASI. Ekonom Indef menilai ada pihak yang berpotensi diuntungkan dan dirugikan dari kebijakan DMO kelapa sawit.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai harus berpikir secara matang dalam merumuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk kelapa sawit. Sebab, di atas kertas ada akan ada pihak yang diuntungkan maupun dirugikan oleh kebijakan tersebut.

Peneliti Senior Indef Fadhil Hasan mengatakan, pihak yang berpotensi diuntungkan oleh DMO kelapa sawit adalah produsen green diesel D100. Sejauh ini, perusahaan yang sudah mampu mengembangkan D100 adalah PT Pertamina (Persero).

Produsen D100 berpotensi mendapatkan keuntungan dari harga crude palm oil (CPO) yang jauh lebih murah dibandingkan jika tidak ada DMO. “Mereka juga akan mendapat kepastian volume CPO yang dibutuhkan,” kata dia dalam webinar, Selasa (27/10).

Baca Juga: Masih ada tantangan di tengah mencuatnya wacana DMO kelapa sawit

Di sisi lain, eksportir CPO terancam mendapat penerimaan yang lebih rendah saat kebijakan DMO kelapa sawit diberlakukan lantaran volume CPO yang diekspor akan berkurang. Produsen CPO juga bisa menderita kerugian akibat harga CPO yang lebih murah dibandingkan jika tidak ada DMO.

Tak hanya itu, pihak petani juga berpeluang merugi karena akan menerima harga Tandan Buah Segar (TBS) dibandingkan sebelum ada kebijakan DMO kelapa sawit. “Eksportir maupun produsen mentransmisikan harga CPO ke harga TBS sehingga berdampak ke petani,” imbuh Fadhil.

Nah, pemerintah sendiri berada di posisi netral atau tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian dari DMO kelapa sawit. Hal ini lantaran kebijakan tersebut memang tidak menghasilkan penerimaan bagi negara, berbeda dengan pajak atau pungutan ekspor CPO.

Fadhil berpendapat, untuk mengetahui manfaat ekonomi dari pengembangan D100 melalui DMO kelapa sawit, maka perlu dihitung net social economic benefit secara keseluruhan. Dalam hal ini, manfaat D100 dan DMO kelapa sawit dinilai dari aspek perdagangan, keuangan negara, bisnis CPO, sampai lingkungan.

“Seluruh aspek harus dilihat untuk menilai manfaat dan mudharat kebijakan DMO,” kata dia.

Di samping itu, tantangan lainnya yang mempengaruhi keekonomian kebijakan DMO kelapa sawit adalah perbedaan harga CPO dan minyak bumi yang besar. Hal ini membuat harga yang dipatok untuk CPO bakal jauh lebih rendah, terlebih jika tidak ada perubahan dalam rezim harga minyak bumi.

Fadhil pun menilai, secara teoritis, tarif ekspor CPO yang selama ini berlaku lebih minim penyimpangan terhadap industri dibandingkan dengan DMO karena beberapa alasan. Pertama, lebih adil dan dapat diprediksi. Kedua, lebih sederhana penerapannya. Ketiga, tidak menimbulkan moral hazard bagi para pelaku. Keempat, dapat menghasilkan penerimaan bagi pemerintah.

Selanjutnya: Kementerian ESDM masih kaji beberapa aspek terkait rencana penerapan DMO kelapa sawit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×