kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia bisa krisis pasokan kelapa


Kamis, 14 April 2016 / 12:05 WIB
Indonesia bisa krisis pasokan kelapa


Reporter: Adisti Dini Indreswari, Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Saat ini, Indonesia tengah dilanda krisis buah kelapa. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara produsen kelapa terbesar dunia dengan rata-rata produksi sebesar 16,2 juta butir atau setara 3,2 juta ton per tahun.

Krisis kelapa ini terjadi karena banyaknya pohon kelapa yang sudah uzur dan tidak produktif lagi. Sementara, permintaan terhadap kelapa cukup besar, baik untuk pasar lokal maupun ekspor.

Untuk mengatasi kelangkaan kelapa dalam negeri, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengambil ancang-ancang untuk membatasi ekspor kelapa dengan mengenakan Bea Keluar (BK). Maklum, selama ini, ekspor kelapa dan turunannya tidak dikenakan BK, sehingga harganya lebih kompetitif di pasar global.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemdag Nus Nuzulia Ishak mengaku berencana mengatur tata niaga kelapa baik di perdagangan dalam negeri maupun di pasar ekspor. Salah satunya dengan pengenaan BK untuk produk kelapa.

Tujuannya adalah agar produk kelapa ini lebih banyak digunakan untuk industri makanan dan minuman dalam negeri.
"Kelangkaan kelapa otomatis menganggu ketersediaan pasokan makanan dan minuman domestik," ujarnya, Rabu (13/4).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Siswaja Lukman mengakui, beberapa anggotanya mengalami kekurangan bahan baku kelapa sejak beberapa tahun belakangan. Namun, tahun ini, kekurangan makin besar. "Saat ini, kapasitas produksi produsen santan sebagai penyerap utama produk kelapa rata-rata hanya terpakai 50%," ujar Adhi.

Salah satunya perusahaan produsen santan yang dimaksud Adhi adalah PT Kara Santan Pertama (KSP) yang memproduksi santan merek Kara. Sayangnya Gapmmi tidak punya data kebutuhan kelapa sebagai bahan baku industri makanan dan minuman per tahunnya.

Adhi hanya memberi gambaran, satu perusahaan bisa menyerap 3 juta butir kelapa per tahun. Kelapa kemudian diolah menjadi santan, minyak kelapa, serta makanan dan minuman ringan.

Adhi menduga, kekurangan bahan baku kelapa ini akibat maraknya ekspor kelapa mentah. Beberapa tahun belakangan, air kelapa murni memang menjadi tren di luar negeri karena dipercaya baik untuk kesehatan.

Tidak mau produksi olahan kelapa terus menurun, Gapmmi mengusulkan dua hal kepada pemerintah. Pertama, memprioritaskan produksi dalam negeri ketimbang ekspor. Kedua, memperhatikan hulu dengan cara melakukan peremajaan atau replanting lahan kelapa.

Butuh roadmap

Adhi mengaku sudah menyampaikan usulannya kepada Kemdag. "Saat ini, Kemdag sudah mulai menyusun peta jalan atau roadmap produksi dan ekspor kelapa," tuturnya.

Namun, Restyarto Efiawan, Presiden Direktur PT Mohan Restry Kolaka yang memproduksi dan menjual kelapa dan gula kelapa menilai kebijakan pengenaan BK untuk ekspor  produk kelapa tidak tepat sasaran.

Menurutnya, di saat kebutuhan meningkat, harusnya pemerintah mendorong penanaman minimal 1 juta pohon kelapa agar produksi kelapa dalam negeri meningkat. "Saat ini usia pohon kelapa kita di Indonesia itu rata-rata sudah di atas 40 tahun, sehingga produksinya menurun drastis.

Menurut Restyarto, butuh sekitar 100 juta pohon kelapa lagi yang ditanam agar Indonesia menjadi produsen kelapa nomor wahid di dunia. Namun, upaya pemerintah menanam pohon kelapa belum terlihat sehingga kelangkaan kelapa akan terus terjadi beberapa tahun ke depan.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×