kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri baja pratekan tolak pengenaan BMAD


Rabu, 13 Desember 2017 / 17:55 WIB
Industri baja pratekan tolak pengenaan BMAD


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha hilir kawat baja pratekan keberatan dengan rencana pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) terhadap produk impor kawat baja.

Sebab, pengenaan BMAD ini dinilai salah sasaran lantaran impornya sudah mengalami penurunan dan sektor hulu baja lokal sendiri masih belum bisa memenuhi kualitas yang diharapkan pelaku hilir.

Rencananya, BMAD kepada produk kawat baja (steel wire rod/SWR) ini akan dikenakan sebesar 10,2%-13,5% selama lima tahun. Wakil Ketua Gipkabi Sindu Prawira mengatakan, keberatan dari hilir ini bukan soal harga, melainkan soal kualitas produk di industri hulunya.

Sindu menyatakan, apabila BMAD ini diterapkan saat produksi bahan baku dalam negeri belum mencukupi kebutuhan kawat baja pratekan lokal, pelaku usaha hilir harus menaikkan harganya.

“Kami beli produk dari Indonesia meskipun ada masalah di kualitas, tapi apa yang mereka kirim ke kami, reject sekitar 50% karena quality problem. Padahal, adalah komitmen dari hilir untuk support hulu,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (13/12).

Oleh karena itu, pelaku usaha hilir ingin agar industri hulu bisa membuat kualitas dan grade yang diperlukan. Direktur PT Timur Megah Steel yang merupakan perwakilan dari mur dan baut, Lukito Agusalim mengatakan, produk yang diproduksi oleh lokal meskipun grade dan harganya dekat dengan yang impor, tapi kualitasnya sangat beda.

“Kami butuh steel wire rod (SWR) yang bisa ditempa tanpa menimbulkan keretakan. Dengan fakta yang ada, kami dari industri mur baut menolak BMAD yang diusulkan ini,” ujarnya di tempat yang sama.

Adapun anti-dumping ini salah tujuan di tengah persaingan bisnis antar negara yang begitu luas “China akan bahagia sekali. Mereka akan supply finished product ke Indonesia. Akhirnya hulu mendapatkan nothing, dan hilir bisa tutup,” kata Sindu.

Setiap tahun, Gipkabi memperkirakan permintaan akan kawat baja mencapai 2,5 juta MT. Sebanyak 1,8 juta MT didapatkan dari produsen lokal seperti PT Krakatau Steel Tbk, PT Gunung Garuda, PT Ispat Indo dan PT The Master Steel Mfc. Sedangkan sisanya, sekitar 700.000 MT diimpor dari China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×