Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Industri kakao belum mampu memenuhi seluruh permintaan bubuk cokelat untuk kebutuhan industri makanan dalam negeri. Akar masalahnya adalah minimnya pasokan bahan baku berupa kakao yang sudah difermentasi dari petani.
“Pasokan bahan bakunya kurang, petani lebih banyak produksi kakao dengan kondisi yang belum di fermentasi,” katanya Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman kepada KONTAN, Senin (18/7).
Ia menyebutkan, pasar membutuhkan bahan baku cokelat yang sudah difermentasi. Nah, bila petani melakukan fermentasi pada bijih kakao yang dihasilkan, Piter menghitung, maka industri akan menyerap kakao dari petani tersebut.
Lantaran pasokan kakao terfermentasi minim, industri makanan terus mengusung bahan bakunya dari luar negeri.
Dalam kondisi seperti ini, Piter mengkhawatirkan meningkatnya impor bubuk powder kakao. "Bubuk kakao yang diimpor itu bahan bakunya sudah di fermentasi; dan hasilnya akan lebih wangi,” katanya.
Asal tahu saja, sebenarnya pemerintah tidak diam saja menghadapi membanjirnya produk olahan kakao dari luar negeri. Salah satu instrumen yang disiapkan pemerintah adalah pengenaan Bea Keluar (BK) untuk ekspor kakao. Hitungannya, dengan adanya pengenaan BK ini, ekspor bijih kakao bisa berkurang sehingga bijih kakao tersebut bisa diolah oleh industri pengolahan kakao dalam negeri.
“Sayangnya industri di dalam negeri tersebut kekurangan pasokan kakao yang sudah di fermentasi,” terang Piter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News