Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Nilai impor kakao dan olahannya pada periode Januari-Mei 2010 mengalami kenaikan sebesar 45,93% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
"Kebanyakan yang diimpor tersebut adalah bubuk powder kakao," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman kepada KONTAN, Senin (18/7). Indonesia masih mengimpor produk olahan karena produksi kakao dari industri di dalam negeri belum mencukupi.
Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Perdagangan, realisasi impor kakao dan olahan itu dari Januari-Mei 2010 mencapai US$ 80.984.800 atau naik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mampu mencapai US$ 55.497.453.
Asal tahu saja, Indonesia adalah negara produsen ketiga dalam hal produksi bijih kakao, namun sayang ekspornya lebih banyak berupa bahan baku berupa bijih kakao. Setelah diolah di luar negeri, hasil olahan tersebut banyak yang kembali ke dalam negeri. “Bubuk kakao yang diimpor adalah bubuk dari kakao yang belum di fermentasi,” jelas Piter.
Piter menyebutkan, industri makanan membutuhkan bubuk cokelat berkualitas yang bersumber dari bijih kakao yang sudah difermentasi. Sementara itu, industri dalam negeri tidak mampu memasok kebutuhan industri makanan tersebut karena sulitnya mendapatkan yang sudah difermentasi dari petani.
"Makanya petani harus segera memproduksi bijih kakao yang sudah difermentasi, ini harus segera distandarkan agar tidak perlu lagi impor bubuk kakao," kata Piter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News