kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.860   20,00   0,13%
  • IDX 7.320   124,54   1,73%
  • KOMPAS100 1.126   21,12   1,91%
  • LQ45 897   19,53   2,23%
  • ISSI 223   2,43   1,10%
  • IDX30 459   10,24   2,28%
  • IDXHIDIV20 553   12,92   2,39%
  • IDX80 129   2,21   1,74%
  • IDXV30 137   2,42   1,80%
  • IDXQ30 153   3,47   2,33%

Industri Keramik Protes Suplai Gas Murah Kembali Dipotong


Selasa, 27 Agustus 2024 / 18:02 WIB
Industri Keramik Protes Suplai Gas Murah Kembali Dipotong
ILUSTRASI. Industri keramik nasional kembali menghadapi kendala dalam pemanfaatan penyaluran gas bumi ./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik nasional kembali menghadapi kendala dalam pemanfaatan penyaluran gas bumi dengan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, mengungkapkan bahwa mulai pertengahan Agustus 2024, penggunaan gas HGBT bagi sektor industri keramik dibatasi hingga hanya 50%. 

"Yang paling berat, mulai bulan Agustus ini kami hanya diizinkan menggunakan gas sebesar 50 persen dari alokasi yang ditetapkan dalam Kepmen ESDM. Selebihnya, kami harus membayar harga gas yang sangat tinggi, mencapai US$ 13,85 per MMBTU," ujar Edy dalam pertemuan dengan DPR di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (26/08).

Edy menjelaskan bahwa sejak Februari 2024, Perusahaan Gas Negara (PGN) telah memberlakukan kuota pemakaian gas atau Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) dengan kisaran 60% hingga 70%, dengan alasan adanya gangguan suplai di sektor hulu. 

Baca Juga: Menteri ESDM Optimistis Target Gas Bumi dalam RAPBN 2025 Bisa Tercapai

Dengan alokasi yang semakin menurun, Edy menegaskan bahwa kebijakan ini berdampak signifikan terhadap kapasitas produksi dan biaya produksi industri keramik. 

"Sejak diberlakukannya kebijakan PGN pada Mei 2024, di mana untuk pemakaian 60% dikenakan biaya US$ 6,5 /MMBTU, dan pemakaian di atas itu harus membayar US$ 13,8 /MMBTU, membuat rata-rata industri membayar gas sebesar US$ 8,3 hingga US$ 8,6 /MMBTU, sehingga komponen biaya gas dalam produksi keramik meningkat sebesar 33-35%," tambahnya.

Edy juga mempertanyakan penurunan kapasitas penggunaan gas yang dinilai sudah tidak relevan lagi jika didasarkan pada kondisi suplai yang terganggu. 

"Suplai gas di Jawa Timur saat ini sudah surplus. Bahkan, gas dari Jawa Timur ditarik ke Jawa Tengah. Kondisi suplai gas yang sangat mengkhawatirkan justru terjadi di pabrik-pabrik di Jawa bagian Barat," ungkapnya.

Menanggapi situasi ini, Edy menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat keberatan kepada PGN sebagai penentu kapasitas, namun hingga kini belum menerima tanggapan. 

"Kami sudah beberapa kali menyampaikan surat keberatan dan komplain kepada PGN, namun belum ada perubahan yang signifikan. Oleh karena itu, kami mendesak adanya transparansi dalam penetapan kapasitas ini," jelasnya.

Selain masalah gas, industri keramik dalam negeri juga menghadapi persaingan ketat dengan produk keramik asal China yang dijual dengan harga jauh lebih murah. 

Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat utilitas pabrik keramik pada semester pertama tahun ini, yang hanya mencapai 62%, turun dari 69% pada tahun 2023.

Baca Juga: SKK Migas Ungkap Program HGBT Bikin PNBP Sektor Migas Turun

"Tahun lalu, tingkat utilitas kami mencapai 69%. Namun, pada semester pertama tahun ini, utilitas turun menjadi 62%," ungkap Edy.

Sebagai upaya melindungi industri keramik nasional, Edy berharap pemerintah segera menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk-produk keramik dari China. 

Kementerian Perdagangan (Kemendag) merekomendasikan BMAD sebesar 45% hingga 50%, meskipun angka ini jauh lebih rendah dibandingkan rekomendasi Komisi Anti Dumping Indonesia yang mencapai 199,8%. 

Sementara itu, Asaki merekomendasikan BMAD sebesar 70%.

"Kami menargetkan penerapan BMAD sebesar 70%, dan berharap mulai bulan September mendatang, BMAD ini sudah bisa diberlakukan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×