Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Industri pembibitan dan penggemukan sapi di Indonesia megap-megap kesulitan modal, terutama usaha skala kecil. Akibatnya, tidak banyak yang berani terjun di bisnis ini karena menilai tidak menjanjikan.
“Apalagi akses kredit perbankan sulit didapatkan oleh pelaku bisnisnya,” kata Teguh Budiana, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI).
Sebenarnya, pemerintah sudah menyediakan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dengan subsidi bunga. Toh, pengusaha kecil tetap sulit mendapatkannya. Sebab, bank penyalur kredit menuntut agunan. "Agunan ini yang tidak dimiliki oleh pembibit sapi,” jelas Teguh.
Dicky A. Adiwoso, pemilik PT Agro Giri Perkasa (AGP), perusahaan pembibitan sapi, mengaku dirinya sudah mengajukan KUPS ke bank, tetapi kredit tak kunjung mengucur karena sapi miliknya tak bisa jadi agunan. “Prosesnya ini murni perbankan, pemerintah hanya mensubsidi bunganya saja,” jelas Dicky. Jadi, meski ada subsidi dari pemerintah, tapi perkara pemberian kredit murni urusan bank.
Seretnya kredit bank ini menyebabkan industri pembibitan sapi sulit berkembang. Padahal, kebutuhan daging di Indonesia terus meningkat.
Menurut Teguh, saat ini poulasi sapi di Indonesia mencapai 12 juta ekor. Dari jumlah itu, yang berfungsi sebagai sapi bibit sekitar 400.000 ekor saja. Daging yang dihasilkan cuma 220.000 ton per tahun. Padahal, kebutuhan daging sapi di Indonesia rata-rata 400.000 ton per tahun. Sehingga defisit ini harus ditutup dari impor. "Kita impor rata-rata sekitar 180.000 ton daging sapi per tahun,” kata Teguh.
Idealnya, untuk memproduksi daging sebanyak 400.000 ton per tahun, setidaknya dibutuh 650.000 ekor sapi bibit.
Asnil Bambani Amri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News