Reporter: Dani Prasetya | Editor: Test Test
JAKARTA. Federasi Pengemasan Indonesia (FPI) mengeklaim kerjasama regional antara China dan ASEAN yang tarmaktub dalam China ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) menurunkan pertumbuhan industri pengemasan dalam negeri.
FPI menilai, CAFTA memberikan celah besar bagi produk kemasan ritel asal China, Malaysia, Thailand, dan negara lainnya untuk membanjiri pasar dalam negeri. Akibatnya, permintaan produk kemasan lokal pun berkurang.
"Industri pengemasan hanya bisa tumbuh flat dari sisi penjualan," ungkap Ariana Susanti, Direktur Pengembangan Bisnis FPI usai jumpa pers rencana pameran plastik internasional, Senin (7/11). Dia menyebutkan, pertumbuhan industri pengemasan hingga kuartal III-2011 mencapai 7%. Angka itu relatif stagnan dibanding realisasi penjualan periode sama tahun 2010 yang sebesar Rp 40 triliun.
Oleh karena itu, FPI tidak muluk-muluk mematok target penjualan hingga akhir tahun. "Mudah-mudahan karena tahun baru penjualan bisa terdongkrak 7% lebih," tutur Ariana.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri karet dan barang dari karet atau plastik turun 12,06% dari kuartal III-2010. Hal itu menurut Ariana, menunjukkan adanya penurunan penjualan industri hulu yang biasanya menimbulkan pertumbuhan 10%-12% pada industri hilir. "Akibat CAFTA ini kemungkinan baru bisa balik tumbuh 10%-12% sekitar dua tahun lagi," ungkapnya.
Namun, menurut Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian, Tuti Rahayu, penurunan itu terjadi lantaran merosotnya permintaan kemasan. Penurunan ini lanjutnya, terutama terjadi pada industri hilir pertanian, makanan minuman, elektronik, farmasi, dan keperluan rumah tangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News