Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pulp dan kertas tengah menghadapi tekanan dari berbagai sisi, baik domestik maupun global.
Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida menjelaskan, tantangan utama di dalam negeri masih terkait keterbatasan bahan baku.
“Permasalahan utama masih terletak pada keterbatasan bahan baku serat panjang dan kertas daur ulang (KDU), serta bahan penolong seperti garam dan tapioka yang masih bergantung pada impor," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (23/9/2025).
Baca Juga: Ekspor Pulp dan Kertas RI Tembus 7,2 Juta Ton hingga Juli 2025
Seiring dengan peningkatan kapasitas produksi, kebutuhan bahan baku juga terus bertambah.
Namun, realisasi hasil hutan tanaman industri (HTI) dan pemanfaatan kertas daur ulang masih rendah, sementara penggunaan bahan baku alternatif belum optimal.
Selain itu, industri masih dibebani harga energi, khususnya gas bumi, yang tinggi dan pasokannya belum stabil.
“Kondisi ini jelas menekan biaya produksi dan daya saing kami," ujar Liana.
Tak hanya itu, ongkos logistik mahal serta kewajiban regulasi turut menjadi beban tambahan. Industri dituntut menurunkan emisi gas rumah kaca, mempersiapkan penerapan pajak karbon, hingga memenuhi SNI wajib untuk kertas kemasan pangan maupun kertas pembentuk rokok.
Baca Juga: Laba Bersih Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Anjlok 41,27% pada Semester I 2025
Kebijakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) juga menuntut kesiapan infrastruktur dan investasi baru.
Di sisi global, hambatan semakin ketat. Uni Eropa memperkuat regulasi melalui EU Green Deal, seperti EUDR, EUWSR, hingga CBAM.
Sementara itu, negara tujuan ekspor lainnya, termasuk Tiongkok, masih menerapkan tarif tinggi.
Industri juga menghadapi perbedaan standar sertifikasi internasional, seperti FSC dan PEFC, serta terbatasnya pengakuan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) di sejumlah pasar global.
“Selain tuduhan dumping dan subsidi, kami juga berhadapan dengan biaya logistik internasional yang tinggi, kelangkaan kontainer, hingga ketidakpastian geopolitik global yang bisa mengganggu rantai pasok,” jelas Liana.
Baca Juga: Industri Kertas Lokal Minta Perlindungan dari Serbuan Produk Impor
Jika persoalan tersebut tidak segera diatasi, lanjutnya, ekspor berpotensi melemah dan ketergantungan pada produk kertas impor bisa meningkat.
Meski penuh tantangan, APKI tetap optimistis industri pulp dan kertas masih mampu tumbuh hingga akhir tahun.
Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional 5%, produksi pulp diproyeksikan mencapai 12,5 juta ton dan produksi kertas sekitar 15,9 juta ton.
“Pertumbuhan ini tidak hanya ditopang permintaan ekspor yang relatif stabil, tetapi juga meningkatnya kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk produk kemasan berbasis kertas. Pergeseran tren global menuju green packaging menjadi peluang besar yang harus kita manfaatkan,” pungkas Liana.
Selanjutnya: Investasi Astra International (ASII) untuk Bisnis Jangka Panjang, Cek Rekomendasinya
Menarik Dibaca: Ini Kiat Atasi Mata Minus Pada Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News