kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.886.000   2.000   0,11%
  • USD/IDR 16.555   -55,00   -0,33%
  • IDX 6.980   147,08   2,15%
  • KOMPAS100 1.012   25,10   2,54%
  • LQ45 787   21,71   2,84%
  • ISSI 220   2,17   0,99%
  • IDX30 409   11,84   2,98%
  • IDXHIDIV20 482   15,28   3,27%
  • IDX80 114   2,54   2,27%
  • IDXV30 116   2,05   1,79%
  • IDXQ30 133   4,16   3,22%

Pasar Kosmetik RI Tembus Triliunan, Tapi Industri Masih Bergantung Bahan Baku Impor


Rabu, 14 Mei 2025 / 15:05 WIB
Pasar Kosmetik RI Tembus Triliunan, Tapi Industri Masih Bergantung Bahan Baku Impor
ILUSTRASI. Industri kosmetik Indonesia menunjukkan prospek yang cerah dengan proyeksi nilai pasar mencapai US$9,74 miliar.


Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kosmetik Indonesia menunjukkan prospek yang cerah dengan proyeksi nilai pasar mencapai US$9,74 miliar atau lebih dari Rp 150 triliun pada tahun ini.

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI), Sancoyo Antarikso, mengatakan sektor beauty and personal care tumbuh pesat karena mulai menyasar berbagai kelompok usia dan gender, dari bayi hingga lansia, dari laki-laki hingga perempuan.

“Segmen beauty jadi pendorong utama pertumbuhan. Konsumen mulai terpapar sejak SMP, bahkan anak-anak pun sudah terbiasa memakai skincare. Sekarang ini kita menyebutnya ‘beauty starts early’,” ujar Sancoyo saat ditemui dalam pembukaan Indonesia Cosmetic Ingredients (ICI) 2025 di Jakarta, Rabu (14/5).

Namun, pesatnya pertumbuhan ini dibayangi oleh sejumlah tantangan struktural, terutama terkait ketergantungan terhadap bahan baku impor. Menurut Sancoyo, sekitar 60%-80% bahan baku kosmetik di Indonesia masih berasal dari luar negeri, tergantung jenis produknya. Kondisi ini membuat industri dalam negeri rentan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dan gangguan rantai pasok global.

Baca Juga: Pyridam Farma (PYFA) Fokus Kembangkan Consumer Health dan Kecantikan pada 2025

“Kalau rupiah melemah terlalu dalam, jelas akan berdampak pada biaya produksi. Ini yang terus kami waspadai,” ucapnya. Ketergantungan ini serupa dengan industri farmasi yang juga masih mengimpor sebagian besar bahan bakunya.

Tahun lalu, nilai impor produk kosmetik dari China ke Indonesia tercatat mencapai US$24 juta. Meski secara nominal terbilang besar, angka ini hanya merupakan sebagian kecil dari total nilai pasar beauty and personal care di Indonesia. Menurut Sancoyo, hubungan dengan mitra industri di China lebih banyak terkait transfer teknologi dan paparan inovasi bahan baku baru, ketimbang kerja sama produksi formal.

Melihat potensi pasar yang masih sangat besar, pelaku industri mulai mengembangkan strategi produk yang disebut affordable premium, yaitu produk dengan kualitas tinggi namun tetap terjangkau. Strategi ini dilakukan dengan menawarkan kemasan kecil, formulasi yang lebih sederhana, namun tetap mengikuti tren dan kebutuhan konsumen modern.

“Produk seperti sabun yang dikembangkan dengan tambahan bahan-bahan aktif sesuai tren bisa tetap dijual terjangkau. Ini penting karena kita tahu kondisi konsumsi rumah tangga juga sedang melemah,” ujarnya. Sebagai catatan, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi tercatat melambat.

Dengan makin banyaknya pelaku usaha lokal yang terekspos terhadap teknologi, formulasi baru, dan jejaring internasional, PERKOSMI optimistis industri kosmetik Indonesia bisa makin mandiri dan berdaya saing tinggi di pasar global.

Baca Juga: Pertemuan Industri Hulu Migas Dunia Bakal Digelar Tahun Ini, Ini Fokus Bahasannya

Selanjutnya: Cara Bertahan Hidup dengan Uang Rp100 Ribu Seminggu saat Kenaikan Biaya Hidup 2025

Menarik Dibaca: Cara Bertahan Hidup dengan Uang Rp100 Ribu Seminggu saat Kenaikan Biaya Hidup 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×