Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengusaha menyambut baik komitmen pemerintah melindungi pasar domestik dari serbuan produk impor. Akhir pekan lalu, Departemen Perdagangan resmi meneken aturan pembatasan importir dan arus impor lima produk konsumsi.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 44/M-DAG/PER/10/2008 Tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu itu mengatur impor lima produk konsumsi, yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), makanan dan minuman, sepatu, mainan anak, dan elektronik. Peraturan itu menyebut, lima produk itu hanya boleh masuk melalui lima pelabuhan utama, yaitu Tanjung Priok di Jakarta, Belawan di Medan, Tanjung Mas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya dan Soekarno-Hatta di Makassar. Selain itu, importir kelima produk tersebut wajib berstatus Importir Terdaftar (IT).
Peraturan ini berlaku dua tahun, mulai 15 Desember 2008 hingga 31 Desember 2010. "Aturan impor hanya ditujukan untuk barang konsumsi," tandas Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Selasa (4/11).
Industri dalam negeri menyambut baik pembatasan akses impor ini. Di tengah kekhawatiran membanjirnya produk impor seperti sekarang, aturan ini menjadi angin segar. Maklum, selama ini, industri khawatir produknya bakal tersapu oleh produk impor yang membanjir.
Para importir juga tak keberatan terhadap pengetatan ruang gerak para importir. "Kami siap, sebab sejak dulu kami sudah menjadi IT. Jadi tidak masalah," kata Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko. Ia menyebut, total perusahaan anggota Aprisindo yang telah memiliki IT sebanyak 156 perusahaan.
Permendag ini, menurut Eddy, cukup efektif menghalangi importir yang tak bertanggung jawab. Selama ini, banyak importir seenaknya memasukkan produk dengan harga rendah. "Praktek ini merugikan industri dalam negeri," katanya.
Dengan kebijakan ini, pengusaha punya harapan daya saing produk lokal akan semakin baik dan kualitasnya bisa meningkat. Namun, Ade Sudrajat, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengingatkan, kebijakan ini jangan sampai justru menambah jalur birokrasi. "Pengawasannya harus baik," tegasnya. Ia meminta kebijakan tersebut tak terkesan abu-abu, tapi harus jelas sehingga tidak memberi celah oknum memancing di air keruh.
Selama ini, Ade menilai, pemerintah terlalu berani membuka keran impor dan mematok bea masuk barang impor cukup rendah. Akibatnya, Indonesia jadi sasaran produk impor. Makanya, Ade minta ada harga standar semua barang impor. "Dengan ada patokan harga minimum, persaingan makin sehat," katanya. Selama ini, harga produk impor sengaja diturunkan agar bea masuk rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News