Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Renegosiasi kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) antara pemerintah dengan PT Adaro Indonesia masih berlangsung alot.
Dari enam poin yang diamananatkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara masih ada dua poin yang mengganjal dalam proses renegosiasi tersebut.
Anak usaha PT Adaro Energy Tbk (Tbk) tersebut belum mau menganggukan kepala terkait poin luas wilayah dan perubahan perpanjangan kontrak menjadi menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Sedangkan empat poin lain yaitu kewajiban divestasi, penyesuaian royalti untuk peningkatan penerimaan negara, pembangunan pabrik pemurnian mineral, serta pengutamaan penggunaan produk dalam negeri sudah tidak ada persoalan.
Boy Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro Energy mengatakan, meskipun belum menyepakati seluruh poin renegosiasi, pihaknya masih tetap aktif menggelar pertemuan dengan pemerintah untuk penyamaan persepsi renegosiasi PKP2B.
"Kami pro aktif berdialog dengan pemerintah, tidak terlalu banyak lagi," kata dia, usai menggelar pertemuan di kantor Direktorat Jenderak Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (19/3).
Adaro Indonesia merupakan pemegang konsesi PKP2B generasi I yang memiliki luas areal sebesar 34.940 hektare di Kalimantan Selatan. Perusahaan tersebut mulai berporoduksi sejak 1992 silam, pada 2013 lalu produksi batubara perusahaan ini mencapai 52,27 juta ton.
Menurut Boy, pihaknya tetap optimsitis pelaksanaan renegosiasi dengan pemerintah berjalan lancar sebab tinggal dua poin saja yang sedang dibahas dengan pemerintah. "Kalau perpanjangan dan luas wilayah pasti bisa akan kami bicarakan dengan pemerintah," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News