kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Ini aturan soal memakai ponsel di pesawat


Selasa, 30 April 2013 / 11:54 WIB
Ini aturan soal memakai ponsel di pesawat
ILUSTRASI. Infeksi virus merupakan penyebab kutil yang utama.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pemerintah akhirnya mengizinkan penggunaan alat-alat elektronika berfrekuensi di pesawat yang sedang mengudara. Alat-alat elektronika tersebut misalnya telepon seluler dan televisi serta jaringan internet.

Hal tersebut ditegaskan oleh Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Muhammad Budi Setiawan Jumat (26/4/2013) di Jakarta.

Budi menyatakan hal tersebut sesaat setelah menandatangani nota kesepahaman dengan Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bhakti tentang Kerja sama Pengamanan Spektrum Frekuensi Radio untuk Keperluan Penerbangan.

“Mulai sekarang, jika ada maskapai yang mengajukan izin untuk itu, langsung bisa. Soal masalah pembayaran pulsa telepon, internet atau TV akan dibahas kemudian. Itu nanti persoalan bisnis antar operator saja. Kita akan bahas nanti,” lanjut Budi.

Misalnya untuk telepon, akan dikenakan biaya roaming internasional. Sayangnya, izin itu baru bisa diberikan untuk maskapai luar negeri. Maskapai dalam negeri belum bisa mengajukan karena terganjal oleh ketentuan dalam UU no. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dalam pasal 54 ayat /f/ disebutkan: “Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan”.

Pasal ini dilandasi kenyataan bahwa frekuensi yang dipakai alat-alat tersebut sama dengan frekuensi yang dipakai oleh pilot dan pemandu lalu lintas penerbangan (ATC). Dengan demikian penggunaan alat-alat berfrekuensi itu akan mengganggu frekuensi yang dipakai pilot untuk bertelekomunikasi dengan ATC.

Misalnya saja frekuensi handphone berkisar 100 Megahertz sampai 2,7 Gigahertz dengan kekuatan 30 milliwats. Sedangkan frekuensi radio yang digunakan oleh pilot dan ATC adalah 118-137 Megahertz. Dengan demikian frekuensi handphone akan bertabrakan dengan frekuensi radio pilot dan ATC.

Gangguan yang disebabkan oleh frekuensi handphone itu di antaranya VOR (VHF Omnidirectional Receiver) tak terdengar. Indikator HSI (Horizontal Situation Indicator) juga bisa terganggu. Arah terbang bisa melenceng, gangguan sistem navigasi, gangguan frekuensi komunikasi, gangguan indikator bahan bakar dan gangguan sistem kemudi otomatis.

Namun dengan kemajuan teknologi, gangguan frekuensi handphone terhadap frekuensi pesawat bisa diredam. Misalnya peralatan seperti Swift64 dan SwiftBroadband yang dikembangkan oleh AeroMobile Ltd akan menyambungkan antena dengan satelit komunikasi Inmarsat dan handphone penumpang. Juga ada program eXconnect dengan satelit Ku-band dari Panasonic yang bisa digunakan untuk siaran langsung TV di pesawat.

Menurut Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti saat ini sudah ada dua maskapai penerbangan lokal yang mengajukan ijin. “Garuda dan Lion sudah mengajukan izin untuk dapat menggunakan alat-alat tersebut,” ujarnya.

Karena kemajuan teknologi dan adanya permintaan maskapai dalam negeri tersebut, Pemerintah akan mengajukan perubahan pasal 54 UU Penerbangan kepada DPR. (Angkasa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×