Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pertambangan batubara harus menghadapi sejumlah pemberat di tahun ini. Mulai dari revisi kebijakan devisa hasil ekspor (DHE), pajak pertambahan nilai (PPN) 12, hingga harga batubara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan, fluktuasi nilai tukar ini memberikan dampak signifikan pada sektor pertambangan, termasuk industri batubara.
Industri pertambangan ikut terdampak, khususnya akibat kebutuhan impor peralatan seperti suku cadang.
“Tugas kita sekarang adalah bagaimana mengurangi impor agar kebutuhan terhadap dolar tidak terlalu besar,” kata Bahlil di Jakarta, pekan lalu.
Baca Juga: Industri Tambang Bersiap Hadapi Tantangan Baru, Menyusul Revisi DHE SDA
Selain pelemahan rupiah, industri pertambangan batubara juga harus menghadapi ujian lain. Pemerintah saat ini tengah menyiapkan revisi kebijakan DHE yang rencananya berlaku mulai Januari 2025.
Dalam revisi aturan DHE, wacana berkembang bahwa eksportir akan diwajibkan menempatkan minimal 50% DHE hasil sumber daya alam (SDA) ke sistem keuangan domestik, naik dari ketentuan sebelumnya sebesar 30%. Durasi penempatan juga diperpanjang dari tiga bulan menjadi enam bulan.
Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menyampaikan, pengusaha pada dasarnya akan mengikuti aturan. Namun, ia menyoroti potensi tekanan terhadap likuiditas perusahaan tambang, terutama perusahaan kecil dan menengah.
“Likuiditas perusahaan tambang berpotensi tertekan dengan penempatan dana dalam jumlah besar dan waktu yang lebih lama. Ini dapat mengurangi kemampuan investasi baru pada barang modal yang sangat penting untuk menunjang kinerja dan kontribusi ekonomi,” ujar Gita, Minggu (22/12).
Gita juga mengimbau pemerintah untuk mengkaji lebih dalam dampak aturan ini terhadap perusahaan tambang berskala menengah ke bawah.
Tekanan kebijakan devisa terjadi di tengah harga komoditas yang cenderung melemah. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bachtiar menilai kombinasi kebijakan dan kondisi pasar menciptakan tantangan signifikan bagi pengusaha batubara.
Baca Juga: Ini Kata Gapki Soal Rencana Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA
“Strategi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah menekan biaya operasional dan berkomunikasi dengan pemerintah untuk kebijakan yang lebih mendukung. Dalam jangka panjang, diversifikasi usaha menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tunggal,” jelas Bisman kepada Kontan, Senin (23/12).
Industri batubara saat ini dihadapkan pada dilema besar. Di satu sisi, mereka dituntut mematuhi kebijakan devisa untuk memperkuat perekonomian domestik.
Di sisi lain, tekanan eksternal seperti harga komoditas rendah dan kebutuhan impor tetap menjadi tantangan.
Selanjutnya: PPN Jadi 12%, Pemerintah Optimis Inflasi Tetap Terkendali
Menarik Dibaca: Prakerja dan Pembelajaran Fleksibel, Kunci Sukses SDM Indonesia di Masa Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News