Reporter: Handoyo, Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Untuk mengendalikan harga bawang putih di dalam negeri, Kementerian Perdagangan memutuskan untuk menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) importir yang melakukan importasi bawang putih.
Kemendag mengaku telah menerbitkan SPI berdasarkan RIPH yang diajukan Kementerian Pertanian. SPI yang diterbitkan itu tercatat sebanyak 134,6 ribu ton untuk 92 perusahaan Importir Terdaftar (IT) atau 84,15% dari total kebutuhan periode Januari-Juni (Semester I) yakni sebesar 160.000 ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi, mengatakan, diterbitkannya SPI itu, diharapkan dalam waktu kurang lebih 10-14 hari mendatang, pasokan bawang putih bisa segera bertambah, dan pada akhirnya membantu menurunkan harga bawang putih di pasar.
Selain itu, Kemendag mengaku akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk kelancaran arus barang dan distribusi dari empat pelabuhan, yaitu Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar) dan Tanjung Perak (Surabaya).
“Koordinasi ini penting dilakukan guna memastikan ketersediaan produk hortikultura dengan harga yang terjangkau bagi konsumen di dalam negeri,” terang Bachrul.
Perlu diketahui, harga bawang putih dan bawang merah mengalami kenaikan cukup signifikan dan dikhawatirkan menjadi penyumbang inflasi terbesar di Maret 2013. “Pemerintah berupaya menstabilkan harga bahan kebutuhan pokok, termasuk bawang putih dan bawang merah,” tambah Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina.
Menurut Srie, harga bawang putih naik rata-rata 31,38% di Februari 2013 jika dibandingkan bulan sebelumnya. Menurut beberapa pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, kenaikan harga dipicu oleh kurangnya pasokan dari China, yang merupakan eksportir terbesar bawang putih ke Indonesia (sebanyak 95% dari total kebutuhan nasional).
Sementara itu, China mengalami kenaikan harga bawang putih dari Rp. 13.000 menjadi Rp. 18.000 karena naiknya permintaan domestik China. “Kenaikan harga di China juga turut mendorong naiknya harga bawang putih di Indonesia,” jelas Srie.
Penyebab lain kenaikan harga adalah, menurunnya produktivitas di sentra produksi di dalam negeri. Selain itu, pengeluaran Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dibutuhkan dalam proses importasi juga sebelumnya sempat mengalami kendala.
Tak hanya bawang putih, bawang merah juga mengalami naik rata-rata 11,36% di Februari 2013 jika dibandingkan pada bulan sebelumnya. Berbeda dengan bawang putih, Srie bilang, kenaikan harga bawang merah disebabkan adanya perubahan cuaca yang disertai curah hujan yang tinggi.
Selain itu, kegagalan panen yang terjadi di beberapa daerah, serta terhambatnya distribusi dari sentra produksi ke daerah konsumsi akibat banjir di sejumlah wilayah sentra produksi juga turut menyebabkan kenaikan harga bawang merah.
Stok bawang putih di Pasar Induk Keramat Jati yang rata-rata 5-10 ton per hari kini menipis hingga mencapai hanya rata-rata 1 ton setiap harinya. Akibatnya, harga bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati yang senilai Rp. 29.000 per kilo pada tanggal 4 Maret 2013 naik menjadi Rp. 45.000 per kilo pada 12 Maret 2013.
Sementara itu, bawang merah juga naik harga, dimana tanggal 4 Maret 2013 harganya tercatat Rp 21.000 per kilogram (kg), namun pada 12 Maret 2013 harganya naik menjadi Rp 40.000 per kg.
Srie menegaskan, importasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bukan untuk mengurangi pendapatan petani. Menurut data pemerintah, produksi bawang putih nasional rata-rata 14.200 ton per tahun, sementara itu kebutuhan mencapai 400.000 ton per tahun.
“Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bawang putih masih perlu diimpor. Namun demikian, Kemendag terus bersinergi dengan Kementan dalam mendorong produksi bawang putih lokal melalui permintaan konsumen dengan meningkatkan edukasi kepada konsumen agar dapat mendiversifikasi permintaan mereka terhadap bawang putih lokal yang saat ini kurang diminati,” imbuh Srie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News