Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - Pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras sejak 1 September 2017 dianggap dapat menguntungkan konsumen karena mampu menstabilkan harga. Produsen beras pun sudah setuju mengikuti kebijakan pemerintah ini.
Meski begitu, terdapat beberapa tantangan yang masih dihadapi oleh produsen. Direktur Utama PT Buyung Poetra Sembada, Sukarto Bujung mengungkap saat ini harga gabah sedang meningkat pesat akibat tidak adanya panen raya. Dia bilang, harga gabah bahkan mencapai sekitar Rp 6.000 per kilogram (kg).
Meningkatnya harga tersebut mengakibatkan, pihaknya memilih untuk lebih memilih untuk membeli beras langsung dari penggilingan dibandingkan membeli gabah. Sukarto bilang, mereka memilih untuk menghabiskan persediaan yang ada.
Sementara itu, dia pun mengakui sulit untuk mendapatkan pasokan beras dengan kadar air yang baik dan kandungan beras patahan (broken) yang kecil.
"Buyung Poetra sudah hampir sebulan tidak membeli gabah, padahal kami punya penggilingan sendiri. Hal itu karena kita menjual di modern market dan harganya mengikuti HET. Kalau kami beli gabah di atas Rp 5.000 per kg, tentunya akan rugi," tutur Sukarto, Kamis (7/9).
Produk-produk PT Buyung Poetra Sembada merupakan beras-beras premium dan sebagian besar dijual di pasar modern. Sementara, dengan HET beras premium sebesar Rp 12.800 per kg, beras yang dijual di pasar modern harus dikurangi 8% untuk margin dan biaya lainnya.
Sukarto mengungkap, penetapan HET ini jelas mengurangi pendapatan perusahaan. Meski begitu, dirinya enggan mengungkap berapa penurunan pendapatan yang dialami Buyung Poetra Sembada. "Karena kami menjual di pasar modern, keuntungan perusahaan jelas menurun. Apalagi sekarang sedang susah, harga gabah naik karena tidak ada panen," ungkapnya.
Hal yang sama pun diutarakan oleh Arief Prasetyo Adi, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya. Menurutnya saat ini produsen beras yang memasarkan produknya di pasar modern sedang berupaya mengimplementasikan HET tersebut. "Kalau ada modern market yang belum sesuai, kami coba simpan dulu," tutur Arief.
Arief pun mengakui saat ini terjadi kenaikan harga gabah. Karena itulah menurutnya penting untuk melakukan efisiensi. Seperti yang dilakukan Food Station contohnya. Arief bilang, saat ini Food Station memilih mendatangkan beras dari Sidrap karena harganya lebih teejangkau dibandingkan wilayah lainnya.
"Kuncinya efisiensi. Sekarang gabah sudah Rp 6.000 per kg, jadi saya mencari mana yang lebih baik harganya. Sekrang Sidrap posisinya lebih baik, kalau ditambah dengan ongkos transportasi. Kalau harganya lebih menguntungkan, saya yang juga seorang pengusaha lebih memilih membeli dari Sidrap," tutur Arief.
Mengenai peraturan pembuatan kemasan yang mencantumkan keterangan mutu beras, baik Sukarto dan Arief mengaku pemerintah masih memberikan waktu sekitar 14 hari untuk mulai menerapkan hal tersebut. "Kita masih ada waktu sekitar 14 hari untuk menerapkan kemasan itu. Jadi sampai sekarang masih bisa ditempel sticker atau label saja," tutur Arief.
Sejauh ini belum terdapat kekhawatiran yang dialami oleh Arief. Menurutnya lebih baik menjalani kebijakan pemerintah terlebih dahulu, lalu memperbaiki kekurangan-kekurangan yang muncul. Apalagi, saat ini stok beras di Pasar Induk Cipinang juga masih terjaga atau berada di atas 44.000 ton.
Berbeda dengan Sukarto yang mengkhawatirkan mulai berkurangnya beras medium lantaran banyak orang yang mengklaim beras yang dijual adalah beras premium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News