Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Proyek pembangunan pipa gas Arun (Lhokseumawe) menuju Belawan (Medan) atau biasa disebut Pipa Arbel milik PT Pertamina Gas (Pertagas) diduga terjadi pembengkakan nilai investasi atau mark up.
Semula, nilai investasi pembangunan pipa sepanjang 350 kilometer itu sebesar USD 300 juta. Namun, dalam realisasinya diduga terjadi 'mark up' atau penggelembungan nilai proyek hingga mencapai USD 420 juta.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menilai, melihat kenaikan investasi yang begitu besar, maka Pertagas bisa didorong untuk menjelaskan dari mana saja kenaikan nilai investasi yang begitu besar itu.
Pasalnya, investasi di migas baik di hulu dan hilir, karena sangat teknis dan tertutup sehingga jarang terbuka ke publik. “Bisa dihitung kembali berbagai komponen yang ada, apakah wajar atau tidak," ujar Firdaus, Kamis (12/11).
Dia menambahkan, “Harus dilihat juga misal keekonomisannya dengan nilai segitu, harga jual gas akan diberikan sekian, kemudian juga dilihat janggal atau tidak dari sisi BEP misal dalam lima tahun akan sangat besar," tegas Firdaus.
Kata Firdaus, besaran nilai proyek pipa Arun-Belawan ikut menentukan skema harga 'toll fee' yang kemudian akan mempengaruhi besaran harga gas ke konsumen.
Sebagaimana diketahui, industri di Medan mendapatkan pasokan gas antara lain dari fasilitas regasifikasi Arun milik Pertamina.
Gas dari regasifikasi arun itu selanjutnya disalurkan melalui pipa Arun Belawan untuk selanjutnya mengalir ke pembangkit listrik PLN maupun industri di Medan.
Regasifikasi Arun milik Pertamina mendapatkan gas dari Kilang LNG Senoro. Harga dari Senoro sekitar USD 7,8 per MMbtu. Ongkos regasifikasi sebesar USD 1,7 per MMbtu.
Sementara 'toll fee' yang dikenakan oleh pipa Arun Belawan sebesar USD 2,5 per MMbtu. Apabila investasi tidak membengkak tentu 'toll fee' bisa lebih kurang dan harga gas di Medan tidak mahal.
Dari pipa Arun Belawan selanjutnya diteruskan oleh PT Pertagas Niaga (anak usaha Pertagas). Meskipun tidak memiliki pipa, namun sebagai perusahaan niaga, Pertagas Niaga mematok margin sebesar USD 1,8 per MMbtu. Pertagas Niaga menjual gas kepada PGN sebesar USD 13,8 per MMbtu.
Selanjutnya PGN menjual gas ke pelanggan di Medan dengan harga USD 14 per MMbtu. Dengan pembengkakan investasi pipa Arun Belawan milik Pertagas tersebut akan memperbesar harga 'toll fee' yang mesti dibayar oleh konsumen pada akhirnya, termasuk pembangkit listrik PLN di Medan maupun industri.
“Kenapa jatuhnya di 'end user' harga tinggi karena pengembang pipa terlalu mendesain proyek secara berlebihan. Bisnis di migas spesifik teknis dan cenderung tertutup, modus me-'mark up' di bagian infrastruktur, sementara sering kali tidak terbuka," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News