kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini sebabnya China kuasai proyek listrik RI


Rabu, 20 Januari 2016 / 19:35 WIB
Ini sebabnya China kuasai proyek listrik RI


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. PT Perusahaan Listrik negara (persero) tengah mengejar target pembangunan megaproyek 35.000 megawatt (MW). Seluruh perusahaan pembangkit listrik atau independent power producer (IPP) dari seluruh negara pun diundang ikut serta dalam tender proyek listrik yang ditargetkan selesai pada tahun 2019 tersebut.

Namun hingga saat ini PLN mencatat hanya ada dua pemain besar yang berhasil memenangi tender proyek 35.000 MW. Kedua negara tersebut adalah China dan Jepang.

Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan Korporat PLN bilang jika dilihat dari negara partisipan pada penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) dan Engineering, Procurement, Construction (EPC) hingga akhir tahun 2015 yang mencapai 17.300 MW, sebesar 46% dikuasai oleh IPP asal China.

Sementara sebesar 30% dikuasai oleh IPP dari Jepang dan sisanya sekitar 24% merupakan perusahaan asal Korea, Turki, Amerika, Malaysia, dan Indonesia. PLN pun pada semester pertama 2016 memasang target bisa melakukan penandatanganan PPA mencapai 15.533 MW yang terdiri dari 37 proyek.

Nicke tidak menampik dengan perlambatan ekonomi yang tengah terjadi di negeri tirai bambu itu, IPP asal China akan berlomba-lomba untuk kembali memenangi tender megaproyek tersebut.

"Dengan perlambatan ekonomi di China jadi banyak sekali yang mau masuk karena mereka pasarnya juga kurang. Jadi mereka masuk di luar China sangat agresif," kata Nicke pada Rabu (20/1).

Menurut Nicke ada keuntungan yang bisa diambil dari banyaknya perusahaan pembangkit listrik asal China yang mengikuti tender 35.000 MW, yaitu harga yang murah.

"Kalau dapat harga murah kita juga senang, subsidi turun, harga listrik juga bisa turun. Tapi yang perlu kami jaga adalah kualitasnya, itu yang kami lakukan," ujar Nicke.

Biarpun Nicke tidak menampik pada proyek listrik yang dikerjakan IPP asal China sebelumnya terjadi kerusakan. Menurutnya kebijakan yang diterapkan oleh PLN dalam proyek 35.000 MW berbeda dengan kebijakan tender pada masa lalu.

Dalam proyek 35.000 MW saat ini, PLN hanya membeli listrik dari pembangkit yang dibangun. Sementara pada proyek sebelumnya PLN menggunakan skema EPC. "Jadi saat ini mereka yang tanggungjawab, kalau rusak ya mereka sendiri yang tanggungjawab," kata Nicke.

Selain itu, saat ini PLN pun hanya memilih perusahaan BUMN asal China yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh Kedutaan besar China.

"Ini perusahaan-perusahaan yang kredibel berdasarkan evaluasi dari pemerintah China, itulah yang diperbolehkan untuk ikut. Jadi memang sudah sangat selektif, teknikal evaluasinya juga kami lakukan dua tahap, ada teknikal evaluasi dulu baru masuk komersil," jelas Nicke.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×