kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah penyebab Garuda Indonesia lakukan pensiun dini kepada karyawan


Senin, 24 Mei 2021 / 07:35 WIB
Inilah penyebab Garuda Indonesia lakukan pensiun dini kepada karyawan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tengah menawarkan pensiun dini kepada karyawannya. Pandemi Covid-19 menyebabkan kinerja Garuda Indonesia tertekan

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam keterangan resmi, Jumat (21/5/2021) menyampaikan bahwa pihaknya tengah dalam tahap awal penawaran program pensiun yang dipercepat, bagi karyawan yang memenuhi kriteria dan persyaratan keikutsertaan program tersebut. Penawaran program ini dilakukan sejalan dengan upaya pemulihan kinerja usaha yang tengah dijalankan GIAA supaya bisa lebih sehat, serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru.

Pensiun dini di Garuda Indonesia sepertinya adalah jalan terbaik bagi perusahaan dan karyawan. Pasalnya, Garuda Indonesia diperkirakan akan kembali rugi pada tahun ini karena pandemi covid-19 yang masih belum tuntas. 

Hingga kuartal ketiga 2020, pendapatan Garuda Indonesia ambles 67,85% menjadi US$ 1,14 miliar, dari sebelumnya US$ 3,54 miliar pada kuartal ketiga 2019.

Garuda Indonesia pun membukukan rugi bersih US$ 1,07 miliar. Kondisi ini berbalik dari kuartal ketiga tahun sebelumnya yang masih mendulang laba bersih US$ 122,42 juta.

Hingga kini Garuda Indonesia belum menerbitkan laporan keuangan hingga tutup tahun 2020. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra pun enggan banyak berkomentar mengenai kinerja GIAA pada tahun lalu maupun proyeksi untuk tahun ini.

Baca Juga: Ditawari pensiun dini, begini respons serikat karyawan Garuda Indonesia (GIAA)

Dihubungi terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie mengaku tidak heran jika kinerja keuangan GIAA sampai akhir 2020 ada dalam kondisi yang berdarah-darah. Sebab, anjloknya kinerja keuangan juga dirasakan oleh perusahaan penerbangan lainnya, terutama yang mengandalkan rute-rute internasional.

Di tengah pandemi yang masih membayangi, Alvin memprediksi kerugian dalam jumlah besar masih akan terus berlanjut. Bahkan, tanda-tanda perbaikan untuk bisa membalikan kinerja dari rugi menjadi laba belum terlihat hingga tahun 2022. Dalam kondisi ini, efisiensi menjadi kunci.

"Kuncinya adalah survival, bagaimana bisa bertahan hidup. Untuk menutup kerugiannya, masih belum kelihatan bagaimana. Yang paling memungkinkan adalah meminimalkan kerugian pada tahun berjalan. Ini yang sekarang dilakukan oleh Garuda. Efisiensi dimana-mana," terang Alvin.

Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) tawarkan pensiun dini ke karyawan, ini beban berat GIAA

Apalagi, pandemi covid-19 belum juga terkendali. Di beberapa negara, covid-19 memasuki gelombang kedua dan ketiga. Negara yang sebelumnya dinilai sukses menghadapi covid-19 seperti Taiwan dan Singapura pun turut mengalami lonjakan kasus.

Dengan demikian, rute-rute internasional belum dapat diandalkan untuk memulihkan kinerja. "Garuda dan airline lainnya hanya bisa mengandalkan rute domestik. Itu pun dengan catatan kondisi covid tidak melonjak," kata Alvin.

Hal senada juga disampaikan oleh Peneliti Lembaga Manajemen FEB Universitas Indonesia, Toto Pranoto, yang mengungkapkan bahwa bisnis penerbangan hancur lebur pada tahun lalu. Hal itu juga tercermin dari data yang disampaikan Internasional Air Transport Association (IATA).

IATA memperkirakan, kerugian seluruh maskapai di dunia mencapai US$ 84,3 miliar. Pendapatan dari maskapai rata-rata anjlok hingga 90%. "Hampir semua flag carrier di ASEAN mengalami kerugian yang cukup dalam. Termasuk SQ (Singapore) yang mengalami kerugian pertama kali dalam sejarah. Thai Airlines dan Philippines Airlines bahkan sudah mengajukan perlindungan terkait UU kebangkrutan," terang Toto.

Baca Juga: Garuda Indonesia tawarkan pensiun dini bagi karyawan, Dirut: Ini langkah berat

Dengan terbatasnya mobilitas masyarakat, Toto menaksir sepanjang tahun lalu GIAA menderita kerugian yang besar. Apalagi, upaya diversifikasi ke angkutan cargo secara lebih masif juga belum menghasilkan kinerja yang signifikan.

Untuk proyeksi di tahun ini, Toto menaksir kinerja GIAA tetap akan merugi, tapi bisa lebih baik dibandingkan tahun lalu. Artinya, berat bagi GIAA untuk mencetak laba, tapi masih berpotensi untuk menurunkan kerugian.

"Dengan mulainya vaksinasi secara masif dan pelonggaran pergerakan manusia, mestinya kinerja GIAA bisa lebih baik di 2021. Selain angkutan penumpang yang mulai menggeliat, program angkutan cargo juga mestinya mulai naik," sebut Toto.

Baca Juga: Ingat! Penumpang pesawat Garuda harus penuhi dokumen persyaratan perjalanan mudik

Namun, menipiskan kerugian hanya bisa diraih jika GIAA mampu mengelola cost structure terutama yang terkait dengan pengelolaan bahan bakar, pemilihan armada terbang dan overhead cost. Selain itu, aspek financing juga sangat krusial pada masa pandemi dan sesudahnya.

Menurut Toto, hampir semua flag carrier mendapat suntikan modal tambahan dari negara agar bisa bertahan hidup. Namun di tengah pendanaan negara yang terbatas, maka selain dari pinjaman modal kerja pemerintah, GIAA pun harus mampu memperoleh alternatif pendanaan lain.

"Misalnya dengan refinancing utang jatuh tempo, maupun refinancing dari mitra pemasok. Pengurangan jumlah SDM juga merupakan langkah turn around yang dilakukan banyak maskapai lainnya," ungkap Toto.

Pensiun Dini Karyawan GIAA

Mengenai pengurangan sumber daya manusia (SDM), Irfan menyampaikan bahwa pihaknya memang tengah dalam tahap awal penawaran program pensiun yang dipercepat, bagi karyawan yang memenuhi kriteria dan persyaratan keikutsertaan program tersebut. Penawaran program pensiun dini ini dilakukan sejalan dengan upaya pemulihan kinerja usaha yang tengah dijalankan GIAA supaya bisa lebih sehat, serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru.

Melihat hal ini, Toto menilai bahwa strategi tersebut menjadi pilihan yang logis bagi GIAA. "Langkah serupa ini juga sudah dikerjakan beberapa maskapai global dan regional," sebutnya.

Baca Juga: Garuda larang kargo bermuatan smartphone merek tertentu, ini penyebabnya

Lebih lanjut, Alvin melihat bahwa penawaran pensiun dini merupakan strategi yang tepat bagi GIAA untuk menekan biaya dan memperkecil kerugian. Yang terpenting, dia menekankan bahwa hak-hak pekerja tetap harus dipenuhi sehingga tidak menimbulkan permasalahan. "Saya kira ini langkah yang pahit, tapi terhormat," pungkas Alvin.

Mengenai dampak terhadap kinerja, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menilai bahwa selama pendapatan GIAA masih tertekan, strategi pensiun dini ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan. Chris menilai, penyebaran covid-19 yang masih masif akan tetap menekan kinerja GIAA pada tahun ini.

"Strategi pensiun dini juga tidak terlalu berdampak cukup tinggi, karena secara top line dari pendapatan sendiri cenderung belum dapat pulih. Memang secara keuangan mungkin akan lebih baik tetapi belum dapat membuat kinerja GIAA bagus di tahun ini," pungkas Chris.

Baca Juga: Asosiasi Pilot Garuda minta pemerintah turun tangan atasi persoalan Garuda (GIAA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×