kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.501.000   -95.000   -3,66%
  • USD/IDR 16.785   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.647   2,68   0,03%
  • KOMPAS100 1.194   -2,61   -0,22%
  • LQ45 847   -5,47   -0,64%
  • ISSI 309   -0,04   -0,01%
  • IDX30 437   -2,15   -0,49%
  • IDXHIDIV20 510   -4,16   -0,81%
  • IDX80 133   -0,62   -0,47%
  • IDXV30 139   0,36   0,26%
  • IDXQ30 140   -0,77   -0,54%

Insentif Mobil Listrik Berakhir, Pasar LCGC Berpeluang Bangkit


Selasa, 30 Desember 2025 / 16:48 WIB
Insentif Mobil Listrik Berakhir, Pasar LCGC Berpeluang Bangkit
ILUSTRASI. Berakhirnya sejumlah insentif mobil listrik pada akhir 2025 diprediksi akan membawa perubahan signifikan pada peta pasar otomotif nasional. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)


Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berakhirnya sejumlah insentif mobil listrik pada akhir 2025 diprediksi akan membawa perubahan signifikan pada peta pasar otomotif nasional.

Salah satu dampaknya, segmen Low Cost Green Car (LCGC) disebut berpeluang kembali diminati, terutama oleh konsumen kelas menengah bawah yang sensitif terhadap harga dan cicilan.

Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus, mengatakan bahwa tahun 2026 perlu dibaca sebagai fase pendewasaan pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Pertumbuhan EV dipastikan tidak lagi seagresif periode sebelumnya, ketika insentif impor masih diberikan secara masif.

“Tahun 2026 harus kita baca sebagai fase pendewasaan pasar, di mana pertumbuhan EV tidak lagi setinggi masa banjir insentif impor sebelumnya. Pemerintah kan hanya mengakhiri relaksasi khusus untuk unit CBU berupa pembebasan bea masuk dan PPnBM sesuai Permen Investasi yang berakhir Desember 2025,” ujar Yannes kepada Kompas.com, Senin (29/12/2025).

Baca Juga: Ini Daftar Merek Mobil Baru yang Diprediksi Meluncur pada 2026

Dengan berakhirnya relaksasi tersebut, hanya mobil listrik yang memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen yang masih bisa menikmati insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan catatan kebijakan TKDN pada 2026 tetap di angka 40 persen.

Sementara itu, EV impor utuh atau completely built up (CBU) dipastikan mengalami lonjakan harga.

Pasar Mobil Listrik Makin Melaju

“Akibatnya, PPN rendah sebesar 2 persen hanya akan dinikmati oleh EV yang memenuhi syarat TKDN minimal 40 persen, sehingga harga unit CBU dipastikan meroket signifikan,” kata Yannes.

Kondisi ini diyakini akan menekan segmen EV entry-level di rentang harga Rp 200 juta hingga Rp 400 jutaan. Pasalnya, konsumen di kelas ini sangat mempertimbangkan cicilan bulanan dalam mengambil keputusan pembelian.

Baca Juga: Lengkap! Ini Daftar SPKLU di Jalan Tol Trans Jawa Saat Libur Nataru

BYD Atto 1

“Dampaknya bakal memicu konsumen menghitung ulang atau bahkan menunda pembelian EV terjangkau,” ucapnya.

Lebih jauh, Yannes melihat adanya potensi pergeseran struktur pasar di kelas bawah, yang selama ini menjadi tulang punggung penjualan mobil di Indonesia. Konsumen yang sebelumnya mulai melirik EV murah, berpotensi kembali ke kendaraan bermesin konvensional yang lebih terjangkau.

Meski begitu, Yannes menegaskan bahwa pasar kendaraan listrik secara keseluruhan tidak akan ambruk. Adopsi EV disebut sudah mulai terbentuk secara organik, terutama di kota-kota besar, seiring berkembangnya ekosistem produksi lokal dan jaringan purna jual.

“Secara keseluruhan pasar tidak akan ambruk, karena adopsi EV sudah mulai terbentuk secara organik seiring semakin matangnya ekosistem produksi lokal dan layanan purna jual,” kata dia.

Adapun dari sisi LCGC, Yannes menilai segmen ini justru berpotensi mengalami rebound struktural, khususnya di rentang harga Rp 200 juta hingga Rp 300 jutaan.

Baca Juga: Kaleidoskop 2025: Ini Daftar Merek Mobil Baru yang Masuk Indonesia

“Selama 2023–2025, EV tumbuh cepat karena gap harga dengan LCGC makin tipis akibat insentif impor dan PPN DTP. Banyak pembeli mobil pertama dari kelas menengah bawah yang tadinya realistisnya beli LCGC, akhirnya naik sedikit ke EV kelas Rp 200–400 jutaan,” kata Yannes.

Namun, ketika insentif impor berakhir dan sebagian EV yang belum siap dengan kebijakan TKDN 40 persen mengalami kenaikan harga signifikan, jarak harga antara EV dan LCGC kembali melebar.

“Di titik ini, konsumen kelas menengah kita yang rasional akan mundur satu langkah. LCGC kembali jadi opsi paling aman secara cicilan, nilai jual kembali, dan risiko,” ujarnya.

Karena itu, kebangkitan LCGC ke depan dinilai bukan sekadar soal nostalgia, melainkan refleksi dari realitas daya beli pasar otomotif terbesar di Indonesia.

Selanjutnya: Indonesia's Free Meal Scheme to Reach 80 Million Recipients by April, Behind Target

Menarik Dibaca: 5 Jenis Pajak yang Bisa Dibayar Online, Praktis untuk Kamu yang Malas Antri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×