kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Insentif perumahan dinilai hanya menguntungkan pengembang besar


Rabu, 10 Maret 2021 / 07:55 WIB
Insentif perumahan dinilai hanya menguntungkan pengembang besar


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Pemerintah mengeluarkan insentif untuk sektor properti berupa diskon pajak melalui fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP). Diskon ini diberikan untuk penjualan rumah tapak atau unit hunian rumah susun selama 6 bulan mulai dari Maret 2021 hingga Agustus 2021.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.010/2021 yang ditandatangani langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta pada 1 Maret 2021.

Beberapa poin penting dalam kebijakan insentif adalah rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang mendapat pengurangan PPN adalah unit yang ready stock atau siap huni.

Baca Juga: Didukung insentif PPN, Wish for Home Sinar Mas Land raup Rp 210 miliar dalam 2 hari

Lalu pemberian fasilitas PPN DTP sebesar 100% diberikan pada penjualan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan nilai jual sampai dengan Rp 2 miliar dan PPN DTP sebesar 50% bagi yang memiliki nilai jual di atas Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar.

Kebijakan ini pun dinilai hanya menguntungkan pengembang besar lantaran ketentuan unit ready stock yang tentunya memberatkan pengembang kecil dan menengah.

William Liusudarso, Presiden Direktur Easton Urban Kapital-salah satu pengembang menengah-mengungkapkan bahwa perusahaan besar membangun perumahan dengan sistem ready stock dan dibangun bersamaan secara massal sehingga menyebabkan mereka memegang banyak unit siap huni.

Sementara itu Small Medium Enterprise (SME) membangun sistem inden atau pembangunan dimulai ketika unit udah dibeli oleh customer.

“Melihat isi PMK 21/2021 maka kebijakan ini condong menguntungkan perusahaan besar dan memberikan handicap untuk perusahaan SME. Kebijakan ini akan memunculkan un-level playing field antara perusahaan besar dan SME, di mana seharusnya persaingan dilakukan melalui ide, konsep, value dan product bukan melalui subsidi dari pemerintah,” kata William dalam keterangan resminya, Selasa (9/3).

William juga berpendapat bahwa kebijakan ini terkesan tiba-tiba dan tidak pernah diwacanakan sebelumnya sehingga dengan periode Maret-Agustus yaitu 6 bulan, tidak cukup waktu untuk SME dapat membangun rumah siap huni dan memanfaatkan kebijakan ini.

"Dengan kebijakan ini malah takutnya mematikan bukan membantu SME dengan situasi yang sudah sulit sekarang. Saya berharap rumah inden dapat juga masuk sehingga pengembang kecil dan menengah juga dapat merasakan kebijakan ini,” harap William.

Baca Juga: Bumi Serpong Damai (BSDE) sambut positif beragam insentif untuk sektor properti

Hal yang sama juga dikemukan Dimas Laksmana, Owner dari Perumahan Lastana Hills. Menurutnya, developer kecil dan menengah rata-rata melakukan sistem inden. “Untuk kejar pembangunan dari bulan Maret hingga Agustus sangat sulit. Kalau inden dimasukin, ini tentunya akan membantu,” ujar Dimas.

Sementara itu Ali Tranghanda, CEO dari Indonesia Property Watch mengatakan sebagaian besar pengembang kecil dan menengah tidak memiliki banyak stok kerena mereka tidak berani bangun dulu. “Kalau punya stok diuntungkan [pengembang besar] tapi sebagian besar sepertinya tidak ada stok,” ujar Ali.

Ali pun mengaku, dirinya saat ini terus berjuang di Kemenkeu agar kebijakan ini bisa fleksibel. “Kita sih maunya 1 tahun waktunya dan tidak hanya ready stock, tapi inden juga bisa. Termasuk pengurangan BPHTB di Kemendagri,” pungkas Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×