kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.350.000   -4.000   -0,17%
  • USD/IDR 16.665   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.272   -2,63   -0,03%
  • KOMPAS100 1.147   -2,68   -0,23%
  • LQ45 828   0,00   0,00%
  • ISSI 290   -1,26   -0,43%
  • IDX30 434   0,97   0,22%
  • IDXHIDIV20 499   3,67   0,74%
  • IDX80 127   -0,55   -0,43%
  • IDXV30 136   -0,78   -0,57%
  • IDXQ30 138   0,41   0,30%

Insiden Subang Tanda Pemerintah Belum Siap Jaga Stabilitas Pasokan Gas Industri


Minggu, 26 Oktober 2025 / 18:13 WIB
Diperbarui Minggu, 26 Oktober 2025 / 18:17 WIB
Insiden Subang Tanda Pemerintah Belum Siap Jaga Stabilitas Pasokan Gas Industri
ILUSTRASI. Pekerja melakukan pemeriksaan rutin pada sejumlah instalasi di Stasiun Pengumpul (SP) Subang PT Pertamina EP Asset 3 Field Subang di Desa Cidahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Rabu (27/8). /Dok Pertamina / 27/08/2014. Ledakan di Stasiun Pengukuran Gas Subang-Citarik milik Pertamina pada awal Agustus 2025 menimbulkan efek domino ke industri pengguna gas bumi.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Insiden ledakan di Stasiun Pengukuran Gas Subang-Citarik milik Pertamina pada awal Agustus 2025 sempat menimbulkan efek domino ke industri pengguna gas bumi. 

Pasokan gas yang turun drastis membuat sejumlah pabrik harus mencari cara bertahan agar operasional tetap berjalan.

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengungkapkan, tekanan gas sempat anjlok hingga di bawah batas aman, membuat sebagian besar industri terpaksa menggunakan energi alternatif seperti light oil agar proses produksi bisa terus berjalan, meski dengan kapasitas sangat minim.

“Beberapa pabrik sempat mematikan mesin karena tekanan gas turun sangat rendah. Pasokan gas berharga khusus (HGBT) sempat turun hingga sekitar 48%,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (26/10/2025).

Baca Juga: Pasca Ledakan di Subang, Pasokan Gas ke Industri Kini Berangsur Normal

Yustinus bilang kondisi darurat tersebut berdampak pada turunnya produksi di berbagai sektor industri dan penurunan penjualan hingga puluhan persen. Namun, secara hukum, perusahaan penyalur gas menyebut situasi itu sebagai force majeure, sehingga tidak bisa dimintai ganti rugi.

Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah berupaya menambah pasokan gas bumi untuk industri nasional. Kepastian tambahan pasokan itu disampaikan pada 20 Oktober lalu. 

Meski begitu, FIPGB menilai kejadian darurat gas ini menunjukkan bahwa pemerintah masih perlu memperkuat sistem pengawasan dan manajemen pasokan gas bumi dari hulu ke hilir.

“Darurat gas Agustus 2025 membuktikan bahwa pemerintah sebenarnya mampu menjalankan kebijakan HGBT tetapi masih gelagapan ketika terjadi gangguan,” kata Yustinus.

Ia menegaskan, industri sangat bergantung pada keberlanjutan pasokan gas bumi. Karena itu, pemerintah diharapkan dapat memenuhi janji pasokan gas berharga khusus (HGBT) sesuai alokasi yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 76 Tahun 2025.

Sebab begitu energi gas bumi berkurang, aktivitas industri langsung menurun. Dampaknya berantai: kontribusi terhadap ekonomi nasional berkurang, penyerapan tenaga kerja menurun, dan kepercayaan investor ikut terdampak.

Pasca insiden ledakan di Stasiun Pengukuran Subang milik Pertamina terjadi pada 5 Agustus 2025 lalu, diketahui penyaluran gas terganggu. Hal itu terlihat dari pembatasan alur dan pasokan gas oleh PT Migas Hilir Jabar (MRJ), salah satu perusahaan penyalur compressed natural gas (CNG). 

“Insiden tersebut telah berdampak terhadap sistem penyaluran gas dari hulu Pertamina ke Mother Station Migas Hilir Jabar,” sebut Komisaris MRJ Surya Yudi Wirman dalam keterangannya pada 13 Agustus lalu. 

Dalam keterangan tersebut, periode pembatasan disebutkan dimulai sejak 6 Agustus 2025 sampai pemberitahuan lebih lanjut. Kontan mencoba memperbarui informasi pasokan gas MRJ. Rupanya, hingga kini pembatasan tersebut masih berlangsung. 

“Pembatasan masih berlangsung. Karena customer perusahaan sebagian besar adalah FOB (free on board), kami menerapkan kuota kepada pelanggan sesuai antrian,” jelas pihak perusahaan kepada Kontan, Minggu (26/10/2025). 

Akibat situasi ini, perusahaan mengaku terjadi penurunan penjualan kisaran 30% dari sebelum terjadinya insiden. Menurut perusahaan, saat ini upaya penanggulangan dari Pertamina masih dalam tahap perbaikan fasilitas pemurnian gas (CO2 removal unit). 

Baca Juga: Metropolitan Kentjana (MKPI) Targetkan Pendapatan Rp 2,5 Triliun hingga Akhir 2025

Selanjutnya: Surya Artha Nusantara Finance (SANF) Tebar Dividen Interim Rp 22,42 Miliar

Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×