Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Peribahasa 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' sepertinya cocok untuk menggambarkan masa kecil David. Tumbuh besar di keluarga yang memiliki bisnis ritel, naluri bisnis pria kelahiran Jember, 7 Januari 1966 itu pun sudah terasah sejak kecil.
"Sejak kecil saya sudah biasa membantu orangtua menjaga toko," tutur David, yang menghabiskan masa kecilnya di Jember dan Surabaya.
Lahir dari keluarga pengusaha, sejak kecil David bercita-cita memiliki bisnis sendiri. Setelah lulus SMA pada 1985, David merantau ke Bandung dan menimba ilmu di Teknik Sipil Universitas Parahyangan.
David memilih jurusan teknik sipil. Harapannya, setelah lulus kuliah bisa membuka usaha sendiri di bidang kontraktor.
Namun David mesti menempuh jalan yang berkelok sebelum membuka usahanya sendiri. Setelah mengantongi gelar insinyur pada 1989, dia mengawali kariernya di anak usaha Sinar Mas Group, yakni PT Duta Pertiwi Tbk.
Kariernya melesat sampai menyabet jabatan General Manager di beberapa proyek properti Duta Pertiwi. Namun rupanya David tidak betah lama-lama bekerja di perusahaan orang. Setelah empat tahun, jiwa bisnisnya kembali terpanggil.
Akhirnya kenginginannya menjadi pengusaha mulai terwujud. Pada 1993, ia memberanikan diri untuk mendirikan usaha di bidang kontraktor. Di tengah jalan, dia juga sempat melakoni bisnis sarang burung. Sayangnya bisnis tersebut sudah tidak dia teruskan lagi.
Tidak patah arang, David pun melirik bisnis lain. Kali ini pilihannya jatuh pada kuliner. Dunia bisnis yang jauh dari angan-angannya sejak kecil. "Alasan saya sederhana saja karena saya suka makan," ujarnya.
Jalan menuju bisnis kuliner ini terbuka lebar ketika bertemu dengan Christian Sia, pendiri PT Pendekar Bodoh yang membawahi restoran D'Cost Seafood. David pun memutuskan untuk ikut menanam investasi di perusahaan tersebut.
Ketika David bergabung pada 2007, Pendekar Bodoh hendak membuka outlet yang ketiga di Graha Famili Surabaya. Adapun outlet pertamanya di Kemang, Jakarta Selatan yang dibuka sejak tahun 2006.
Selain sebagai salah satu pendiri dan pemegang saham, David juga menjabat Direktur Pendekar Bodoh. "Karena skala perusahaannya saat itu masih kecil, sebagai direktur saya yang mengurus semua dari A sampai Z," kenang David.
Sejak ia bergabung, ekspansi Pendekar Bodoh melaju kencang. Jaringan outlet restoran D'Cost Seafood terus berkembang hingga menjadi 80-an unit outlet saat ini. Gerai restoran tersebut tersebar di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Tidak puas dengan hanya restoran seafood, Pendekar Bodoh pun mengembangkan sayap ekspansinya. Melalui anak-anak usaha yang namanya tidak kalah unik, seperti PT Bocuan Gapapa untuk bisnis bakery D'Stupid Baker dan PT Kosong Melompong untuk restoran Jepang D'Sushi Bodo.
Pendekar Bodoh juga telah menyiapkan sederet rencana ekspansi yang ambisius untuk D'Cost Seafood. Antara lain go international serta menawarkan waralaba usaha kuliner.
Laju ekspansi Pendekar Bodoh yang kencang tersebut sejalan dengan perjalanan karier David. Tahun 2009, dia menjabat sebagai Presiden Direktur Pendekar Bodoh.
Dengan pengalaman lebih dari delapan tahun di bisnis kuliner, David pun sudah mencicipi jatuh bangun bisnis tersebut.
Dia mesti berlapang dada apabila ada outlet D'Cost Seafood yang ditutup. Biasanya karena salah dalam pemilihan lokasi, sehingga jumlah pengunjung di bawah estimasi minimal.
Komplain dari konsumen juga sudah menjadi makanan sehari-hari bagi David. Apalagi bisnis kuliner menyangkut selera yang bisa jadi berbeda-beda bagi setiap konsumen. "Memang kita tidak bisa memuaskan 100% konsumen. Bisa memuaskan 80% saja sudah jempol," ujarnya.
David juga menyatakan, bisnis kuliner punya karakteristik yang unik. Dalam bisnis kuliner, justru lebih mudah untuk membuat produk yang mahal. Sebaliknya, sulit untuk berkreasi membuat menu yang harganya murah tanpa mengorbankan kualitas.
David percaya peluang bisnis kuliner akan selalu ada. Walaupun persaingan sangat ketat, tetapi hal itu tidak jadi masalah asal pebisnis tahu bagaimana caranya masuk ke segmentasi yang tepat.
Merintis usaha katering
Berdasarkan keyakinanya itu, pada April 2015 ia memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Bisnis baru ini masih bergerak di bidang kuliner. Hanya konsepnya bukan resto, melainkan jasa katering yang bernaung di bawah PT Pesona Kuliner Nusantara.
Berberangan dengan langkahnya merintis bisnis ini, David pun memutuskan untuk meninggalkan posisi Presiden Direktur Pendekar Bodoh. Saat ini namanya masih tercatat sebagai komisaris di perusahaan tersebut.
Di bisnis barunya ini, dia bermitra dengan pemenang reality show Masterchef Indonesia 2012, Desi Trsinawati. Meski enggan blak-blakan soal modal awal mendirikan usaha, David mengakui, dirinya mesti merogoh kocek sendiri untuk mengembangkan Pesona Kuliner Nusantara. "Desi lebih ke arah research and development-nya, saya pengembangan bisnisnya," jelas David.
David menjelaskan, visi Pesona Kuliner Nusantara adalah mengabadikan kejayaan kuliner nusantara. Pasalnya, dia melihat belum banyak yang mau mengangkat kuliner sebagai bagian dari kebudayaan.
Pesona Kuliner Nusantara memang hanya menyajikan menu nusantara. Perusahaan ini tidak segan-segan mengeksplorasi menu dari Aceh hingga Manado. "Kami menyesuaikan dengan lidah masyarakat Indonesia. Misalnya, bagaimana nasi bali bisa diterima di Jawa. Tentunya harus ada modifikasi," urai David.
Dalam mengembangkan bisnis barunya ini, David mengaku tidak akan menerapkan strategi pengembangan D'Cost Seafood. Selama ini, D'Cost terkenal dengan promo-promo uniknya.
Sebut saja promo 'Diskon Umur'. Maksudnya, konsumen mendapat diskon sesuai usia yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Lantas ada promo 'Hamil Baru Bayar'. Program ini memberikan konsumen menggelar resepsi pernikahan di outlet D'Cost Seafood tanpa membayar sepeser pun. Namun konsumen harus membayar setelah si istri hamil. "Kalau restoran mudah saja mengukur budget, yaitu melalui jumlah kursi. Tapi kalau untuk katering sulit," terang David.
David akan melakukan pendekatan promo yang berbeda untuk Pesona Kuliner Nusantara. Menyadari perkembangan media sosial yang amat pesat, Pesona Kuliner Nusantara pun memanfaatkan sosial media seperti Facebook, Twitter, dan Instagram demi kepentingan promo.
Semua upayanya ini mulai membuahkan hasil. Meski usianya baru seumur jagung, perusahaan sudah merangkul pelanggan dari berbagai kalangan, antara lain kementerian/lembaga, badan usaha milik negara (BUMN), perusahaan swasta, hingga perorangan.
Ke depannya, bukan tidak mungkin Pesona Kuliner Nusantara juga akan membuka outlet sendiri, tergantung pada situasi ekonomi.
Namun, berbeda dengan pengusaha lain, David tidak mematok target untuk Pesona Kuliner Nusantara.
"Supaya menentramkan hati, dari awal saya sudah setting tidak mau memikirkan untung," akunya.
Dia percaya untung akan datang dengan sendirinya apabila bisnis sudha mencapai skala ekonominya.
Saat ini karyawan Pesona Kuliner Nusantara memang belum begitu banyak. David bilang, lantaran skala perusahaan masih kecil, lebih mudah untuk merangkul anak buah dan menciptakan suasana kekeluargaan. Caranya melalui pendekatan personal.
Sebagai pemimpin, David menjadikan tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara sebagai panutannya. Dia memegang betul falsafah 'ing ngarso sing tulodo' yang berarti 'di depan menjadi panutan'. "Sebagai pemimpin harus bisa memberi contoh. Misalnya, di bisnis kuliner, kalau kita ingin semuanya bersih, mulai dari pemimpinnya dulu," terang David.
Dia percaya cara itu lebih baik daripada membuat aturan ketat di perusahaannya. Cara ini hanya membuat karyawan seperti robot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News