Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Produsen garam asal Australia, PT Cheetham Garam Indonesia, harus mengerem agenda ekspansi besar di industri garam Tanah Air. Sampai saat ini perusahaan tersebut masih kesulitan mendapatkan lahan pendirian pabrik garam.
Anak usaha Cheetham Salt Ltd asal Australia ini sedianya akan membangun pabrik garam plus lahan tambak garam seluas 1.000 hektare (ha) di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rencana ini sudah disusun Cheetham sejak tahun 2011.
Namun, rencana tersebut tertunda karena kesulitan mendapatkan lahan seluas 1.000 kali luas lapangan bola itu. Proses pembebasan lahan berjalan alot dan tak kunjung terealisasi. Salah satu kendalanya adalah tanah yang diincar Cheetham sebagai lokasi basis produksi masih berstatus tanah adat.
Sebagai jalan tengahnya, Cheetham memangkas agenda investasi itu dan memulainya dengan skala yang lebih kecil. Misalnya, Cheetham menjalin kerjasama dengan koperasi yang memiliki lahan seluas 60 ha, sebagai bagian ekspansi bisnis di Indonesia.
Arthur Tanudjaja, Presiden Direktur Cheetham Garam Indonesia menjelaskan, proyek kerjasama pengembangan garam dengan koperasi sekadar miniatur dari rencana proyek besar yang disiapkan Cheetham. Jalinan kerjasama dengan koperasi tersebut menjadi tahap awal ekspansinya di Indonesia. "Kapasitas produksinya tidak besar, hanya sekitar 10.000 ton garam konsumsi per tahun," ungkap Arthur kepada KONTAN akhir pekan lalu (19/12).
Kapasitas produksi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rancangan kapasitas produksi yang telah dipersiapkan Cheetham, yakni 200.000 ton garam industri per tahun. Target produksi garam sampai ratusan ribu ton tersebut bisa terlaksana bila memiliki lahan garam seluas 1.000 ha.
Pengembangan lahan garam dengan koperasi garam bisa menjadi langkah awal bagi mereka. Apalagi, hasil kerjasama dengan koperasi tersebut bisa menyerap 200 tenaga kerja langsung.
Apabila kerjasama dengan koperasi ini sukses, Arthur berharap masyarakat bisa melihat nilai tambah dari kehadiran pabrik garam tersebut. Dengan begitu, ada harapan proses pembebasan lahan seluas 1.000 ha yang menjadi incarannya bisa berjalan lancar.
Untuk pabrik garam hasil kerjasama dengan koperasi tersebut, Cheetham akan menggelar peletakan batu pertama pembangunan pabrik pada Februari 2016. Targetnya, pabrik garam ini bisa berproduksi September 2016. Untuk proyek ini, Cheetham mengalokasikan dana senilai US$ 30 juta.
Sebagai informasi, saat ini Cheetham baru punya satu pabrik di Krakatau Industrial Estate Cilegon, Banten. Pabrik tersebut memproduksi garam konsumsi sampai garam industri untuk industri kimia, makanan, pertambangan, dan lain-lain
Ada calon investor baru
Ekspansi industri garam di NTT ini tak hanya dilirik oleh Cheetham. Arthur menyatakan, ada tiga investor lain yang juga berminat menebarkan investasi garam di NTT. Sayang, Arthur enggan membocorkan siapa calon investor tersebut. "Mereka penanaman modal dalam negeri (PMDN)," kata Arthur.
Adapun kebutuhan lahan garam dari ketiga investor tersebut mencapai 8.000 ha. Sama dengan Cheetham, ketiganya belum mendapatkan lahan lokasi pabrik dan produksi garam akibat kesulitan membebaskan lahan.
Jika rencana ketiga investor lokal ini berjalan lancar, maka kapasitas produksi garam yang mereka persiapkan bisa mencapai 1 juta ton-1,2 juta ton per tahun dengan investasi US$ 160 juta-US$ 170 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News