Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga akhir 2024, Indonesia telah mencatat empat proyek utama minyak dan gas (migas) yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) di sektor hulu migas, yakni Asap Kido Merah (Genting Oil Kasuri), ekspansi Tangguh tahap 2 (British Petroleum), Indonesia Deepwater Development dan Geng North (ENI), serta Abadi Masela (Inpex).
Mengutip data SKK Migas, total investasi dari empat PSN di sektor hulu migas ini mencapai US$ 32,94 miliar atau setara dengan Rp 494 triliun.
Menurut lembaga riset independen untuk bidang ekonomi energi dan pertambangan, ReforMiner Institute, keempat proyek tersebut berpotensi menambah produksi migas nasional hingga 140.000 BOPD.
Atau setara sekitar 18,77% dari target produksi minyak dalam skenario mid case (746.000 BOPD), dan 13,90% dari target pada skenario high case (1.007.000 BOPD).
Baca Juga: Peruri Dorong Pengembangan Pendidikan Digital dengan Gandeng Konglomerasi Filipina
Serta potensi tambahan produksi gas sebesar 4.256 (MMSCFD) berkontribusi sekitar 51,83% terhadap target mid case (8.212 MMSCFD), dan 41,53% terhadap target high case (10.249 MMSCFD).
"Peran proyek strategis ini sangat sentral untuk mengejar target produksi migas nasional 2030," ujar Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, dalam keterangan tertulis, yang diterima Kontan Rabu (09/07).
Selain itu, dalam simulasi yang dilakukan, ReforMiner Institute menemukan bahwa jika investasi PSN hulu migas tersebut terdistribusi selama lima tahun, investasi tersebut berpotensi menciptakan manfaat positif terhadap kinerja indikator makro ekonomi nasional.
"Diantaranya meningkatkan PDB nasional sekitar 0,51%, meningkatkan ekspor sekitar 1,9%, meningkatkan pendapatan pemerintah sekitar 6,29%, meningkatkan penerimaan pajak sekitar 0,52%, meningkatkan surplus neraca pembayaran sekitar 0,70%, dan meningkatkan penguatan nilai tukar Rupiah sekitar 0,69%," jelas Komaidi.
Perkembangan PSN Hulu Migas Tersendat Kompleksitas Regulasi
Meski begitu, Komaidi menambahkan, walaupun pemerintah telah berupaya mempercepat pelaksanaan PSN melalui penerbitan Peraturan Pemerintah No 42/2021 tentang Kemudahan Proyek startegis, ternyata masih terdapat resiko dan permasalahan di dalam pelaksanaan PSN khususnya disektor hulu migas.
"Ini (permasalahan) sama dengan proyek hulu migas secara umum seperti kompleksitas perizinan, ketidakselarasan di dalam implementasi regulasi dan tantangan keekonomian," kata dia.
Karena itu, ReforMiner ungkapnya, memandang perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan terhadap regulasi dan aspek kebijakan lain yang terkait PSN hulu migas, melalui revisi dari peraturan yang sudah ada.
"Salah satunya adalah melalui revisi Peraturan Pemerintah 42/2021," jelasnya.
Dengan poin usulan revisi sebagai berikut:
1. Perlu adanya penentuan sektor prioritas dan sumber pendanaan dalam pelaksanaan PSN.
2. Perlu adanya pengaturan penetapan Key Performance Indicator (KPI) lintas kementerian terkait penyelenggaraan PSN hulu migas.
Selain Permen 42/2021, ReforMiner juga mendorong percepatan revisi PP 27 dan PP 53 tahun 2017, terutama terkait insentif fiskal seperti pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk mendukung keekonomian proyek.
Adapun, sejalan dengan arah kebijakan transisi energi, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) dirasa perlu untuk dimasukkan langsung, sebagai bagian dari kegiatan usaha hulu migas.
"Pemerintah perlu memperlakukan investasi CCS/CCUS sebagai bagian dari biaya operasi kegiatan usaha hulu migas biasa. Sehingga dapat secara langsung diterapkan sewaktu-waktu di masa operasi lapangan," tutup Komaidi.
Baca Juga: Daya Beli Melemah, Penjualan Elektronik Kurang Bergairah
Selanjutnya: Intip 5 Aplikasi Crypto Futures Terpercaya dan Aman di Indonesia
Menarik Dibaca: 8 Rekomendasi Perlengkapan Sekolah Jelang Masuk Sekolah dari Mr.DIY
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News