Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BANYUWANGI. PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) terus memperkuat ekspansi bisnisnya melalui pengembangan proyek Tambang Tembaga Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur.
Proyek yang digarap anak usahanya, PT Bumi Suksesindo (BSI), ini dirancang sebagai tambang bawah tanah yang nantinya akan menggantikan Tambang Emas Tujuh Bukit yang segera memasuki akhir masa operasinya dalam beberapa tahun mendatang.
Baca Juga: Simak Strategi Semen Baturaja (SMBR) Jaga Momentum Pertumbuhan Kinerja
General Manager Communications Merdeka Copper Gold Tom Malik menjelaskan, lokasi proyek Tambang Tembaga Tujuh Bukit berada tepat di bawah area Tambang Emas Tujuh Bukit yang saat ini masih aktif berproduksi.
“Eksplorasi proyek ini sudah dimulai sejak 2018 dan hingga kini telah menyerap dana investasi sekitar US$ 250 juta. Total nilai investasi proyek diperkirakan mencapai US$ 1,5 miliar hingga fase produksi,” ujar Tom saat ditemui Kontan.co.id di Banyuwangi, Jumat (7/11/2025).
Tom menyebut, proyek tersebut kini tengah menjalani studi kelayakan (feasibility study/FS) yang ditargetkan rampung pada 2025.
Mengingat lokasinya berada di bawah tanah dan dekat pesisir laut, pengembangannya dinilai lebih kompleks dibandingkan tambang bawah tanah lain seperti milik PT Freeport Indonesia.
“Untuk kegiatan eksplorasi, kami membangun terowongan sepanjang 2 kilometer dengan titik terdalam sekitar 80 meter di bawah permukaan laut,” ungkap Tom.
Baca Juga: PP 28/2025 Terbit, Investasi Baru Sektor Smelter Nikel Dibatasi
Kandungan Mineral Melimpah
Tambang Tembaga Tujuh Bukit diproyeksikan menghasilkan komoditas tembaga dan emas dengan potensi sumber daya yang sangat besar.
Berdasarkan Mineral Resource Estimate (MRE) terbaru, total sumber daya mineral terindikasi meningkat dari 442 juta ton menjadi 755 juta ton.
Kandungan tembaga naik dari 8,1 juta ton menjadi 8,2 juta ton, sementara kandungan emas meningkat dari 27,4 juta ons troi menjadi 27,9 juta ons troi.
MDKA memperkirakan tambang ini mampu memproduksi sekitar 115.000–120.000 ton tembaga per tahun.
Baca Juga: Armani Exchange Hadir di Sun Plaza Medan, Perluas Jaringan Mode
Dengan kapasitas tersebut, Tambang Tembaga Tujuh Bukit berpotensi menjadi tambang tembaga terbesar ketiga di Indonesia, setelah Tambang Grasberg (Freeport Indonesia) dengan produksi sekitar 800.000 ton per tahun, dan Tambang Batu Hijau (Amman Mineral Nusa Tenggara) dengan sekitar 300.000 ton per tahun.
“Tambang ini bisa menambah kapasitas produksi tembaga nasional sebesar 10%–15%,” kata Tom.
MDKA menargetkan operasi tambang tembaga dapat dimulai sebelum Tambang Emas Tujuh Bukit menutup fase operasinya pada 2029–2030.
“Kami harapkan transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah dapat berjalan mulus tanpa jeda operasional,” tambahnya.
Baca Juga: Penggunaan Biodiesel B50 Dinilai Tingkatkan Biaya dan Risiko Alat Tambang
Pembangunan Terowongan dan Eksplorasi
Dalam kesempatan terpisah, Manager Underground Tujuh Bukit BSI Toddy Samuel menyampaikan, pihaknya telah membangun terowongan di bagian selatan pit terbuka Tambang Emas Tujuh Bukit.
Terowongan tersebut memiliki lebar 5,5 meter, tinggi 6,2 meter, dan panjang sekitar 1,89 kilometer dengan kedalaman 70–80 meter di bawah permukaan laut.
“Terowongan ini menjadi akses utama untuk eksplorasi, termasuk kegiatan pemboran (drilling), pengukuran kualitas air, ventilasi, stabilitas batuan, serta pengumpulan data gas, suhu, kelembapan, dan air tanah,” jelas Toddy.
Baca Juga: Simak Strategi Pebisnis Alat Berat Memacu Kinerja Akhir Tahun 2025
Data dikumpulkan secara harian hingga tahunan untuk mendukung studi kelayakan. Hingga kini, BSI telah melakukan pemboran sejauh 291 kilometer di sekitar 1.600 titik lubang bor, dan hasil survei menunjukkan cadangan bijih (ore) mencapai 1,8 miliar ton.
“Berdasarkan estimasi terakhir, umur tambang bawah tanah ini bisa mencapai sekitar 30 tahun untuk fase pertama,” ujar Toddy.
Proyek Strategis Jangka Panjang
Analis Pasar Senior Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai, proyek Tambang Tembaga Tujuh Bukit memiliki arti strategis bagi MDKA, mengingat permintaan global terhadap tembaga akan meningkat tajam seiring perkembangan industri kendaraan listrik (EV).
“Penggunaan tembaga dalam kendaraan listrik justru lebih besar dibanding nikel, karena aplikasinya mencakup seluruh sistem kelistrikan, bukan hanya baterai,” terang Nafan, Minggu (9/11).
Baca Juga: CEO Danantara: Pendanaan 18 Proyek Hilirisasi Aman, Investor Percaya
Ia menilai proyek ini akan memperkuat posisi MDKA di industri pertambangan mineral serta meningkatkan kinerja jangka panjang perusahaan.
“Namun, untuk saat ini investor sebaiknya wait and see menanti kejelasan hasil FS dan jadwal konstruksi,” imbuhnya.
Per Jumat (7/11), harga saham MDKA turun 0,41% ke level Rp 2.420 per saham.
Selanjutnya: Simak Strategi Semen Baturaja (SMBR) Jaga Momentum Pertumbuhan Kinerja
Menarik Dibaca: Tanaman Herbal untuk Obat Sakit Perut, Redakan Nyeri dengan Pengobatan Rumahan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












