kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investor Lebih Cermat Setor Duit, Startup Bakal Tumbang Perlahan


Minggu, 29 Mei 2022 / 20:25 WIB
Investor Lebih Cermat Setor Duit, Startup Bakal Tumbang Perlahan
ILUSTRASI. Pelaku perusahaan rintisan digital (startup). Investor Lebih Cermat Setor Duit, Startup Bakal Tumbang Perlahan.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Persaingan bisnis Perusahaan Rintisan (startup) kini semakin ketat. Akhir-akhir ini banyak startup khususnya di Indonesia “tumbang” yang disinyalir berkurangnya pendanaan dari para investor. Lalu, akankah startup ramai-ramai andalkan sokongan dana dari pasar modal melalui Initial Public Offering (IPO)?

Menurut Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat, langkah perusahaan rintisan untuk bergabung di pasar modal tentu bukanlah perkara yang mudah. Perusahaan haruslah bisa meyakinkan para investor untuk menggelontorkan dana.

“IPO tidak gampang. Prosesnya panjang, harus mengantongi izin OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan itu sulit prosesnya. Tapi kalau misal sudah lolos IPO dan dapat dana dari investor publik, lalu perusahaannya sudah menjadi jagoan di pasarnya. Nah kalau di posisi itu, harusnya tidak ada kejadian PHK karena perusahaan sudah bergerak stabil,” ucapnya kepada Kontan, Minggu (29/5).

Teguh menambahkan, startup yang akhirnya melantai di bursa saham pun sebetulnya masih ada pendanaan dari investor misalnya bakar duit atau dana nganggur yang kemudian diinvestasikan, tetapi memang secara market share sudah di atas dan sudah dapat dana dari IPO.

Baca Juga: Ekonom Celios Ungkap Beberapa Penyebab Start Up Lakukan PHK Massal

“Nah, sementara startup yang kecil-kecil bakal terjadi seleksi alam. Kalau tidak ada pendanaan, maka dia akan tutup sama sekali, PHK dan tidak akan bangkit lagi. Startup sejak awal memang bakar duit terus. Lebih banyak pengeluaran, dan tidak menghasilkan laba. Artinya jika investor berhenti setor duit, sudah tidak ada lagi dana untuk operasional. Makanya mulai terjadi PHK dan seterusnya," ujar Teguh.

Dirinya mencontohkan fenomena yang terjadi pada startup Indonesia ini, mengalami kejadian yang sama seperti era gelembung dot-com yang terjadi di Amerika pada sekitaran tahun 1995-2000. Teguh bilang, di jaman itu pada sektor e-commerce punya banyak pemainnya seperti wall.com, path.com, dan sebagainya. Namun, seiring berjalannya waktu, akhirnya yang mampu bertahan hingga era saat ini hanyalah Amazon dan eBay. 

Teguh mengatakan, startup kini diharuskan lebih cermat lagi dalam pengembangan bisnis dan melihat peluang di sektornya. Sebab, secara perputaran uang juga sudah mulai terhenti karena stimulus dari pemerintah untuk masyarakat sudah tidak ada mengingat pandemi sudah beranjak ke endemi. Artinya, kebutuhan masyarakat untuk membeli barang, misalnya pada startup e-commerce, juga mulai berkurang.

Baca Juga: Pasti Bawa Hepi, Anteraja Berbagi Sambil Kejar Kinerja Ciamik

Kendati demikian, Teguh menjelaskan, ke depannya fenomena bakar duit di statup akan terus ada. Hal tersebut lumrah terjadi pada startup karena pada awalnya startup harus promosi sebesar-besarnya, merekrut tenaga kerja sebanyak-banyaknya, dan yang pertama dikejar itu adalah basis konsumen. Sehingga akhirnya bisa menarik perhatian para pelanggannya.

"Jadi yang penting adalah memperbanyak pengguna aplikasi dulu. Kemudian mengenai, persoalan profit (untung) akan dipikirkan kembali jika sudah mencapai 1 juta user. Hingga akhirnya, hal itu yang akan dimonetisasi," pungkas Teguh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×