Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah terkati pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) disambut baik oleh Ikatan Perusahaan Industri Kapal Dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo). Menurutnya hal tersebut dapat membuat harga yang ditawarkan pemain dalam negeri mampu berkompetisi dengan negara tetangga.
Askan Naim, Sekjen Iperindo menyebutkan bahwa untuk kebijakan tersebut sangat positif. "Kami harapkan bisa cepat diimplementasikan," ujarnya saat dihubungi kontan.co.id, Senin (11/2).
Walaupun begitu, ia tak menampik proyeksi pertumbuhan bagi industri galangan akan langsung pesat. Menurutnya hal tersebut masih membutuhkan waktu lantaran melihat kondisi pertumbuhan ekonomi dan juga geliat sektor kemaritiman yang sedang lesu, hanya saja Askan bilang sebagai pengusaha harus tetap optimis.
Ia juga berharap terlebih dengan adanya insentif tersebut pelaku pelayaran dalam negeri berubah pemikirannya dari yang sebelumnya membeli kapal dari Tiongkok beralih membeli dalam negeri. "Dengan adanya insentif yang diberikan, pembangunan kapal di dalam negeri bisa lebih bersaing sehingga pertumbuhan industri galangan bisa positif ke depannya," harapnya.
Askan memaparkan sebetulnya kebutuhan kapal dalam negeri terbilang cukup besar. Menurutnya dalam setahun bisa 200-300 kapal, sayangnya para pelaku masih berpikir untuk impor kapal dari Tiongkok dengan alasan harga yang lebih murah dan pembuatannya lebih cepat. Dengan begitu, disebutnya kontribusi pembangunan dalam negeri tidak banyak hanya 20% hingga 30% saja.
Untuk harga yang ditawarkan pelaku binsis galangan kapal sendiri memang disebutnya cukup tinggi dibandingkan dengan buatan negara tetangga tersebut. Ia mencontohkan untuk kapal ferry roro dengan 5.000 GT, Tiongkok menawarkan harga US$ 9 juta atau setara sekitar Rp 130 miliar. Sedangkan untuk pemain dalam negeri, disebutnya seharga Rp 180 miliar hingga Rp 200 miliar.
"Itu lantaran 65%-70% komponen masih impor," jelasnya. Karenanya, ia berharap pemerintah turun tangan mengatasi hal tersebut. "Bisa melalui kredit bunga yang rendah, mendorong industri komponen kapal, dan terkait model pembangunan kapal," ujarnya.
Untuk model pembangunan kapal, Askan menjelaskan lebih jauh bahwa banyaknya permintaan model dari konsumen juga menghambat pembangunan mengingat banyaknya komponen kapal yang impor.
"Misalkan untuk model kapal 2.000 GT, tidak usah diubah-ubah sehingga galangan kapal bisa produksi kapal dengan komponen kapal yang diproduksi secara masal sehingga bisa lebih murah. Namun, kalau terlalu banyak permintaan model, kami galangan kapal harus menyesuaikan kebutuhan kapal," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News