kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.548.000   14.000   0,91%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.394   -70,51   -0,94%
  • KOMPAS100 1.120   -15,28   -1,35%
  • LQ45 875   -15,67   -1,76%
  • ISSI 227   -1,00   -0,44%
  • IDX30 448   -9,05   -1,98%
  • IDXHIDIV20 538   -11,08   -2,02%
  • IDX80 128   -1,84   -1,42%
  • IDXV30 132   -1,42   -1,07%
  • IDXQ30 148   -2,90   -1,92%

Jadwal operasional pembangkit terganggu wabah corona, ini tanggapan PLN


Minggu, 08 Maret 2020 / 20:36 WIB
Jadwal operasional pembangkit terganggu wabah corona, ini tanggapan PLN
ILUSTRASI. Wabah corona juga ikut menganggu sektor energi, termasuk menghambat proyek ketenagalistrikan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak virus corona telah menyengat kondisi ekonomi. Wabah yang bermula dari China ini juga ikut menganggu sektor energi, termasuk menghambat proyek ketenagalistrikan.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan ada sejumlah proyek listrik yang jadwal operasionalnya terancam meleset dari target akibat terdampak corona.

Baca Juga: Sejumlah proyek listrik terancam molor akibat merebaknya virus corona

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, keterlambatan berpotensi terjadi akibat terhambatnya pasokan dan bahan baku komponen pembangkit. "Karena kan misalnya pembangkit-pembangkit itu masuk alat-alatnya dipasok dari mana (China juga kan), sparepart, fabrikasi, komponen utama juga," terang Arifin di kantornya, Jum'at (6/3).

Pihak PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pun mengamini hal tersebut. Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko R. Abumanan mengatakan, potensi tertundanya jadwal operasional sejumlah pembangkit lantaran pemerintah Indonesia membatasi kontak dengan sejumlah negara yang terpapar Corona, termasuk China. Padahal, banyak pembangkit yang tergantung dari China, baik dari peralatan maupun tenaga kerja.

"Dampak (corona) ini kemungkinan dapat mempengaruhi penyelesaian pembangkit. Mengingat pemerintah Indonesia sementara waktu tidak menerbitkan visa untuk beberapa negara seperti China, Korea Selatan, Italia dan Iran," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (8/3).

Meski tak merinci, tapi Djoko mengatakan bahwa sejumlah pembangkit memang sangat tergantung dari barang impor. Bahkan, untuk pembangkit yang berskala besar, porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) masih ada yang berkisar di angka 10%. "Belum lagi untuk tenaga kerja," ujarnya.

Namun, Djoko mengatakan, pihaknya masih melakukan kalkulasi dan mitigasi. Sehingga, PLN belum dapat memastikan berapa lama proyek pembangkit tersebut akan tertunda, dan seperti apa jadwal operasionalnya.

"Kalau visa sudah dibuka oleh pemerintah, rasanya nggak terlalu lama ditundanya. Kalau dirasa sudah bisa, mungkin masih sesuai (jadwal) bisa kita kejar. Namun masih dimitigasi, dihitung bagaimana nantinya," ungkap Djoko.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Ekonomi lesu picu lambannya pertumbuhan listrik

Djoko menambahkan, pembangkit yang terdampak itu ada dalam tahapan yang berbeda. Ia menyebut, ada yang dijadwalkan beroperasi komersial (Commercial Operation Date/COD) pada tahun ini, ada yang masih dalam tahap konstruksi, dan ada juga yang baru selesai tahap penawaran.

"Itu bervariasi, macem-macem tahapannya," kata Djoko.

Kata Djoko, pihaknya memang masih melakukan kalkulasi dan pendataan. Namun, sudah ada beberapa proyek pembangkit dari pengembang swasta alias Independent Power Producer (IPP) yang sudah berkirim kabar ke PLN, baik secara resmi maupun informal.

Baca Juga: Penurunan harga gas untuk pembangkit listrik memungkinkan ada regulasi baru

"Ada yang sudah menyampaikan surat bahwa proyeksi terdampak, nanti kita hitung. Dalam pasal kontrak kan ada force majeure, yang tidak diharapkan oleh para pihak, seperti kondisi saat ini" terang Djoko.

Adapun, berdasarkan data yang diperoleh Kontan.co.id, ada tiga kategori pengelompokan pembangkit yang terdampak wabah Corona, khususnya proyek dari IPP:
- Kategori 1, pengembang IPP yang sudah menyampaikan notifikasi force majeure terkait dampak Corona, yakni: PLTU Jawa-1 (1.000 MW), PLTU Jawa-7 (2 x 1.000 MW), PLTU Bengkulu (2x100 MW), PLTU Meulaboh 3&4 (2x200 MW), PLTU Mulut Tambang Sumsel-1 (2x300 MW) dan PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 (2x600 MW)

- Kategori 2. pengembang IPP yang menyampaikan indikasi akan terdampak KLB secara informal, yakni: PLTGU Jawa-1 (2x800 MW), PLTU Jawa-4 (2x1.000 MW), PLTU Kalbar-1 (2x100 MW), PLTU Kalbar-2 (2x100 MW), PLTU Kalteng-1 (2x100 MW), PLTU Sulbagut-1 (2x50 MW), dan PLTU Sulut-3 (2x50 MW).

- Kategori 3, pengembang IPP yang menyampaikan indikasi tidak akan terdampak secara informal, yakni: PLTU Jawa Tengah (2x1.000 MW), PLTU Jawa 9&10 (2x1.000 MW), PLTGU Riau (275 MW), PLTU Kaltim-2 (2x100 MW), PLTU Kaltim-4 (2x100 MW), PLTGU Senipah Exp. (35 MW), PLTU Jawa-3 (2x660 MW), PLTU Mulut Tambang Sumbangsel-1 (2x150 MW).

Baca Juga: Ekonomi lesu, perlu ada stimulus tarif listrik untuk industri

Mengenai potensi terganggunya sejumlah pembangkit ini, Djoko memastikan bahwa hal itu tidak akan mengganggu pasokan listrik PLN maupun jumlah cadangan daya alias reserve margin kelistrikan nasional.

Menurutnya, reserve margin listrik sudah berada di angka 30% ke atas sehingga aman untuk menjamin keandalan pasokan listrik. Selain itu, dampak dari Corona ini ikut membuat ekonomi dan industri lesu. Alhasil, kebutuhan energi, terutama listrik juga diproyeksikan akan stagnan atau menurun.

Baca Juga: Wabah virus corona berpotensi ganggu jadwal proyek pembangkit listrik

Artinya, kata Djoko, sekali pun ada sejumlah pembangkit yang meleset dari target, hal itu tidak akan mengganggu neraca daya listrik. "Jadi jangan hanya melihat pembangkit saja. Beban dan supply-demand nya juga bagaimana? kan menyeimbangkan itu. Reserve margin kita juga terjaga, jadi no problem," terangnya.

Adapun, merujuk pada data dari Kementerian ESDM, dari megaproyek 35.000 MW, pada tahun ini ditargetkan akan ada tambahan sebanyak 8.722 MW. Jumlah itu terdiri dari 8.171 MW pembangkit yang berasal dari energi fosil dan 551 MW sisanya berasal dari energi terbarukan.

Dari program 35.000 MW itu, sekitar 33.800 MW atau 96% telah dieksekusi baik yang sudah beroperasi maupun konstruksi. Sementara sekitar 1.600 MW atau 4% sisanya masih dalam tahap perencanaan dan pengadaan. Pemerintah mengklaim, penyelesaian megaproyek 35.000 MW ini disesuaikan dengan pertumbuhan kebutuhan listrik.

Baca Juga: Pertumbuhan listrik loyo, BUMN diminta pakai listrik dari PLN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×