Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Jembo Cable Company Tbk (JECC) menarget pertumbuhan laba dan pendapatan sekitar 10%-12% pada tahun 2026.
Untuk menuju ke sana, Direktur Commercial & Supply Chain JECC, Jimmy Wijaya Joeng menjelaskan, perseroan akan mengoptimalkan sejumlah lini produksi dan perbaruan mesin yang lebih efisien.
Langkah tersebut telah mulai dijalankan sejak tahun ini, tercermin dari alokasi belanja modal (capex) sebesar Rp 70 miliar khusus untuk peremajaan dan pembaruan mesin, alat-alat laboratorium, dan peralatan pabrik lainnya.
Pasca peningkatan tersebut, salah satu kapasitas produksi mesin utama untuk pengolahan tembaga meningkat signifikan dari 12.000 ton menjadi 24.800 ton per tahun. Jimmy menyampaikan, hingga Oktober tahun ini terdapat 12 mesin tambahan yang masih menunggu jadwal pembaruan untuk meningkatkan kapasitas produksi.
Baca Juga: Produk Kopi Indonesia Raup Potensi Transaksi Rp 52,47 Miliar di Korea Selatan
“Jadi kita fokus untuk tahun depan (mengembangkan) mesin-mesin pendukung yang merupakan bottleneck supaya kapasitas (produksi) kita lebih maksimal lagi,” ungkap Jimmy dalam paparan publik di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Melihat tren peralihan pasar terhadap energi berkelanjutan, perseroan juga siap menangkap peluang di pasar kendaraan elektrik dan panel surya tahun depan. Saat ini, JECC telah memiliki anak usaha yang bergerak di bidang produksi panel surya, yakni PT Jembo Energindo.
“Jadi sebenarnya kemampuan untuk produksi itu kami sudah kuasai, hanya kami mengoptimalkan dan memperluas untuk lini produksi tersebut,” jelas Jimmy.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sekaligus Corporate Secretary JECC, Antonius Benady juga mengungkap strategi dan pemasaran yang akan ditempuh pada 2026.
Di level retail, JECC akan berupaya menjajaki kerjasama dengan para distributor dan agen. Sementara di segmen industri, JECC bakal merambah sektor energi dan data center.
Kendati demikian, Antonius mengakui bahwa kinerja JECC juga bergantung pada fluktuasi harga tembaga dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Untuk meminimalkan risiko tersebut, perseroan akan langsung melakukan pemesanan bahan baku setelah kontrak diterima.
“Jadi risiko yang kami terima minimal, kemudian kami juga melakukan hedging (lindung nilai) terbatas,” tandas Antonius.
Baca Juga: DOSS Luncurkan Tiga Inisiatif untuk Perkuat Ekosistem Kreatif Indonesia
Selanjutnya: Penetapan UMP 2026 Masih Tertahan, Pemerintah Siapkan KHL sebagai Acuan Baru
Menarik Dibaca: Jajan Hemat Pakai Promo Subway Payday Deals 2 Hari Saja, 3 Sandwich Cuma Rp 100K
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













