kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Johnson & Johnson Indonesia: Besaran UMP beri kepastian dunia usaha


Minggu, 27 Oktober 2019 / 19:09 WIB
Johnson & Johnson Indonesia: Besaran UMP beri kepastian dunia usaha
ILUSTRASI. Sejumlah buruh beraktivitas saat waktu istirahat kerja di salah satu Perusahaan Industri, di kawasan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (8/6).


Reporter: Kenia Intan | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah memutuskan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar 8,51% tahun depan. 

Kenaikan UMP dan UMK tahun 2020 didasarkan dari data  Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan, inflasi nasional sebesar 3,39% dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12%. 

Baca Juga: Apindo perkirakan banyak pengusaha tunda realisasikan kenaikah upah buruh

Adapun keputusan tersebut mengacu pada Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019. 

Melihat hal ini, PT Johnson & Johnson Indonesia beranggapan adanya patokan besaran UMP dari pemerintah pada dasarnya memberikan kepastian bagi dunia usaha.

Perusahaan konsumer global di Indonesia itu pun mengaku tidak ada langkah khusus dalam menghadapinya. Mengingat, selama ini perusahaan sudah memberikan gaji dan upah karyawan di atas UMP.  

"Setiap tahun sudah ada prosedur kenaikan upah sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku di perusahaan," ungkap Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia, ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (27/10). 

Baca Juga: Tuntut UMP DKI di atas Rp 4,3 juta, KSPI: Buruh butuh parfum dan kuota internet

Lebih lanjut ia menjelaskan, kenaikan UMP dari pemerintah tidak akan sepenuhnya berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Sebabnya, tidak semua penghasilan yang didapatkan pekerja akan digunakan untuk konsumsi.  Terlebih, tren konsumsi saat ini sudah beralih dari belanja barang ke belanja jasa hiburan atau kesenangan (leisure)  dan pengalaman (experience). 

Walaupun tidak dapat dipungkiri, kenaikan UMP sebesar 8,51% secara tidak langsung memberatkan dunia usaha. " Oleh karenanya, kenaikan UMP sebaiknya juga diimbangi dengan diberikannya insentif bagi pelaku usaha," tutup Devy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×