kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,45   0,83%
  • KOMPAS100 1.107   11,93   1,09%
  • LQ45 878   11,94   1,38%
  • ISSI 221   1,25   0,57%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,59   1,05%
  • IDX80 127   1,36   1,08%
  • IDXV30 135   0,76   0,57%
  • IDXQ30 149   1,76   1,20%

Jualan Produk BBM Hijau, Pekerjaan Berat Menanti Pertamina


Senin, 04 September 2023 / 17:24 WIB
Jualan Produk BBM Hijau, Pekerjaan Berat Menanti Pertamina
ILUSTRASI. Inisiatif PT Pertamina mendorong penjualan produk BBM hijau dinilai masih penuh tantangan. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inisiatif PT Pertamina mendorong penjualan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) hijau dinilai masih penuh tantangan.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, sejumlah hal berpotensi timbul dari rencana peningkatan oktan BBM RON 90 alias Pertalite menjadi BBM Green RON 92 atau Green Pertamax 92 oleh Pertamina.

Potensi kehilangan konsumen, pemenuhan bahan baku etanol hingga penyediaan harga produk yang kompetitif bisa timbul dari rencana program ini.

Komaidi mengungkapkan, selain Pertamina, masih ada beberapa badan usaha SPBU yang memasarkan produk BBM di bawah RON 91.

"Kalau Pertalite dihapus sementara produk (setara) lainnya tidak, tentu masyarakat akan pindah ke sana," kata Komaidi kepada Kontan.co.id, Senin (4/9).

Baca Juga: Wacana Pertamax Green 92 Jadi BBM Bersubsidi Bisa Bikin APBN Jebol

Komaidi melanjutkan, rencana Pertamina memasarkan produk Pertamax Green 92 bakal mendorong persaingan antara produk BBM hijau dan BBM konvensional.

Meski demikian, Komaidi mengingatkan agar pemerintah dan Pertamina memastikan sejumlah hal sebelum mengimplementasikan rencana ini. Salah satunya terkait penyediaan bahan baku etanol.

Menurutnya, untuk tahun ini saja kuota Pertalite ditetapkan mencapai 32 juta kiloliter (kl). Selain itu, volume penjualan produk Pertamax (BBM RON 92) pun juga tergolong cukup tinggi.

Dengan kondisi ini, maka ada kebutuhan etanol yang cukup tinggi yang harus disediakan Pertamina untuk menghadirkan produk Pertamax Green 90 dan Pertamax Green 95.

Asal tahu saja, untuk menghadirkan produk Pertamax Green 92, Pertamina berencana mencampurkan 7% etanol (E7). Sementara itu, campuran 8% etanol (E8) digunakan untuk menciptakan produk Pertamax Green 95.

"Kalau ditambah kebutuhan etanol pasti besar. Kalau kebutuhannya besar, apa sudah siap secara teknis, sementara kalau harus dilakukan di 2024 tentu akan diimpor," terang Komaidi.

Kebijakan impor etanol diprediksi akan mempengaruhi harga jual produk. 

Komaidi menjelaskan, selama ini produk Bahan Bakar Nabati (BBN) umumnya menghadapi tantangan pada harga yang belum begitu kompetitif. Ini membuat harga BBM Hijau ini bakal mengalami selisih dengan produk BBM konvensional yang memiliki RON setara.

Baca Juga: Wacana Penghapusan Pertalite Menjadi Pertamax Green 92 Bisa Picu Inflasi

Dengan harga yang tidak kompetitif, maka migrasi konsumen berpotensi terjadi.

"Secara tipologi masyarakat Indonesia masih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan kualitas. Harga menjadi faktor penentu dalam memilih suatu produk," imbuh Komaidi.

Sebelumnya, Pertamina mengusulkan sejumlah opsi dalam upaya memasarkan produk BBM Pertamax Green 92. Selain meminta pengalihan subsidi dari Pertalite ke produk baru ini, Pertamina turut meminta dukungan insentif lain seperti pembebasan bea cukai untuk etanol.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×