Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menambah porsi impor energi dari Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari strategi negosiasi perdagangan bilateral, khususnya untuk menekan tarif masuk ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, langkah ini ditempuh demi menciptakan keseimbangan neraca perdagangan antara Indonesia dan AS, yang selama ini mencatatkan surplus besar di pihak Indonesia.
“Salah satu strategi untuk kita membuat keseimbangan adalah kita membeli LPG, minyak, dan BBM dari Amerika. Nilainya bisa di atas US$ 10 miliar dari sektor BBM, crude oil, LPG, maupun BBM,” ujar Bahlil usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (17/4).
Baca Juga: Soal Rencana Impor LNG dari AS, Ini Penjelasan ESDM
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan Indonesia dengan AS mencapai sekitar US$ 14,5 miliar. Namun, berdasarkan catatan dari pihak AS, angka ini bisa lebih tinggi.
Target dominasi impor LPG dari AS
Bahlil menargetkan impor LPG Indonesia yang berasal dari AS bisa naik ke kisaran 80% - 85%. Bahlil menargetkan angka itu bisa naik signifikan.Sedangkan untuk minyak mentah, porsi impor dari AS saat ini hanya sekitar 4%. Pemerintah menargetkan porsi tersebut meningkat menjadi 40% lebih. Begitu juga dengan BBM.
Menurut Bahlil, penambahan volume impor dari AS tidak akan menambah kuota impor energi nasional dan tidak membebani APBN, karena sifatnya hanya pengalihan dari negara asal lain.
“Ini kita switch aja, kita pindah aja ke Amerika,” jelasnya.
Namun, rencana ini memantik sejumlah catatan kritis dari pelaku industri dan pengamat.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mengambil keputusan tersebut.
“Kita tidak bisa hanya bertumpu pada Amerika. Amerika juga bukan negara yang paling murah untuk impor energi. Kalau tidak dihitung matang-matang, bisa menekan APBN dan menambah beban fiskal,” ujarnya kepada Kontan, Senin (21/4).
Baca Juga: Negosiasi Kebijakan Tarif Resiprokal, Indonesia akan Impor LNG dan LPG dari AS
Menurut Moshe, Indonesia perlu menjaga posisi netral dan tetap membuka diversifikasi sumber impor energi. Ia juga menyinggung beberapa kasus hukum yang melibatkan impor energi dalam beberapa tahun terakhir, yang berujung pada kerugian negara.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut, jika harga LPG dari AS lebih mahal dari sumber lain, maka pemerintah harus siap dengan tambahan beban subsidi energi.
“Efeknya bisa ke defisit APBN yang melebar, karena subsidi energi di awal masa pemerintahan Prabowo-Gibran sudah tinggi. Belum lagi potensi dampaknya terhadap utang Pertamina dan ruang fiskal pemerintah,” ujar Bhima.
AS belum dominan di pasar LPG Indonesia
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, menyebut bahwa dominasi AS di pasar LPG Indonesia masih rendah. Berdasarkan data Trademap Desember 2024, porsi impor LPG Indonesia dari AS hanya 15,38%. Mayoritas pasokan berasal dari Singapura (53,85%) dan Malaysia (30,77%).
“Dengan target 85%, berarti Malaysia dan Singapura akan tergeser oleh AS. Memang secara produksi, AS adalah produsen LPG terbesar di dunia. Tapi perubahan ini perlu dicermati dari sisi efisiensi dan harga,” kata Yayan kepada Kontan, Senin (21/4).
Baca Juga: Kementerian ESDM Kaji Kebijakan Impor LNG
Sementara itu, Founder ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto melihat langkah ini sebagai bagian dari negosiasi dagang yang wajar, selama tidak semata mengejar harga termurah.
“Ada take and give di sana. Kalau ini bagian dari diplomasi dagang untuk merespons tarif Trump, ini langkah yang rasional,” ujar Pri Agung kepada Kontan, Senin (21/4).
Ia juga mendorong agar pemerintah membuka lebih luas peluang investasi bagi perusahaan migas AS, terutama di sektor hulu hingga hilir.
“Akan lebih baik jika dibarengi dengan peningkatan investasi migas dari perusahaan multinasional AS di Indonesia,” tambahnya.
Selanjutnya: Respons Pasar Menjelang Pengumuman Suku Bunga Bank Indonesia, IHSG Bisa ke 7.000?
Menarik Dibaca: 3 Jurus Jitu Finansial untuk Perempuan ala Astra Life
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News