kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kajian harmonisasi RSPO dan ISPO selesai Desember


Selasa, 18 November 2014 / 16:22 WIB
Kajian harmonisasi RSPO dan ISPO selesai Desember
ILUSTRASI. Panduan Cara Melihat Nomor HP Sendiri di Android, iPhone, hingga Kartu SIM. REUTERS/Stephen Lam.


Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Edy Can

KUALA LUMPUR. Direktur RSPO Indonesia Desi Kusumadewi menargetkan, kajian harmonisasi sertifikasi Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bisa selesai akhir tahun ini.

Desi mengatakan, kajian yang bertujuan mempelajari persamaan-perbedaan antara RSPO dan ISPO, sudah hampir selesai. "Tinggal tunggu waktu, mungkin Desember sudah bisa keluar," kata Desi di sela-sela acara RSPO ke-12 di Kuala Lumpur, Selasa (18/11).

Dia menjelaskan, ada beberapa komponen di RSPO yang berbeda dengan ISPO, misalnya keberadaan ketentuan high carbon stock (HCS), high conservation value (HCV), dan free, prior and informed consent (FPIC). Dengan syarat-syarat ini, RSPO akan mewajibkan perusahaan memperhatikan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Namun, ada juga komponen yang sama dengan ISPO seperti syarat kepatuhan hukum (legal compliance).

Hasil kajian ini diharapkan bisa membuka jalan untuk kerjasama audit yang dilakukan perusahaan penerbit sertifikat terhadap komponen yang sama-sama dimiliki RSPO dan ISPO. Dengan begitu, perusahaan atau petani yang ingin melakukan sertifikasi akan lebih ringan biaya auditnya. "Selain lebih hemat biaya, hemat waktu juga," kata Desi.

Terdorong memiliki RSPO

Sekadar informasi, pemerintah Indonesia telah mewajibkan pengusaha sawit Tanah Air untuk memiliki sertifikat ISPO. Sedangkan sertifikat RSPO yang digagas pemangku kepentingan industri sawit global, masih bersifat sukarela.

Desi mengatakan, RSPO saat ini sudah merangkul lebih dari 1.700 anggota di lebih dari 50 negara dunia. Meski sukarela, jumlahnya terus menanjak sejak diperkenalkan tahun 2004 lalu.

Edi Suhardi, VP dari board of governor RSPO yang mewakili pekebun sawit Indonesia menjelaskan, awalnya petani mengambil sertifikat karena keterpaksaan. "Petani awalnya terdorong ketakutan, fear factor, misalnya takut kehilangan pembeli," kata Edi, yang juga Director Sustainability PT Agro Harapan Lestari.

Tapi, kini perusahaan perkebunan juga melihat sisi keuntungan memiliki sertifikat RSPO. Menurut dia, ada keuntungan kredibilitas dari memiliki sertifikat ini. Misalnya, lebih dipercaya oleh pembeli dan institusi finansial. Keuntungan lainnya, harga yang dibayar pembeli bisa lebih premium.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×