Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) melaporkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung menghasilkan listrik bersih 900% lebih banyak di seluruh Asia Pasifik sejak 2019. Instalasi maupun rencana pembangunan pembangkit tersebut di setiap negara juga mengantar Asia mengungguli Eropa dalam hal kapasitas terpasang PLTS terapung.
Analis keuangan energi IEEFA Sara Jane Ahmed dan Elrika Hamdi yang menulis laporan tersebut mencatat, permintaan daya di Filipina dan Malaysia yang turun sebanyak 16% selama lockdown covid-19, menyebabkan tekanan ekstrim ke jaringan listrik karena kelebihan daya. Penurunan permintaan yang lebih kecil terjadi di Vietnam dan Singapura setelah pengetatan akibat pandemi dilonggarkan.
Baca Juga: Penurunan HBA bulan Juli dinilai siklus wajar saat pandemi virus corona (Covid-19)
Menurut Sara, pandemi Covid-19 mengajarkan perusahaan untuk menentukan langkah operasi yang lebih cerdas. "Bukan mengoperasikan pembangkit listrik usang yang membakar batubara 24 jam setiap hari dan tidak dapat merespons dengan cepat perubahan mendadak," kata Sara dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, Minggu (5/7).
Kata dia, kondisi ini menunjukkan kesesuaian bahwa semakin banyak negara di ASEAN yang membangun PLTS terapung di Sungai, bendungan, danau, waduk, bahkan laut. "Itu untuk menghasilkan listrik bersih dengan harga yang dapat menyaingi pembangkit batu bara penyebab polusi," imbuh Sara.
Sementara menurut Elrika, ladang tenaga surya merupakan yang terbaik ketika dipasang di dekat fasilitas tenaga air dan dapat saling mendukung koneksi yang ada ke jaringan listrik. PLTS terapung juga dapat menyeimbangkan puncak permintaan pelanggan dalam sistem kelistrikan yang kompleks.
Elrika bilang, kombinasi antara PLTS terapung dan hidro di bendungan dan waduk mengalahkan nilai keekonomian penambahan beban dasar PLTU Batubara ke sistem jaringan seperti di Jawa-Bali yang sudah kelebihan kapasitas.
Baca Juga: Investasi migas ambruk, Shell hengkang dari Blok Masela
Selain itu, sambungnya, instalasi solar terapung jauh lebih cepat dibangun ketimbang pembangkit listrik berbahan fosil. "Solar terapung dapat siap dalam hitungan bulan dibandingkan batubara, gas, dan generator hidro yang memerlukan waktu hingga tiga tahun pembangunan, sementara pembangkit nuklir akan membutuhkan waktu lebih lama lagi," sebut Elrika.
Sebagai gambaran, sistem PLTS terapung pertama dibangun di Aichi, Jepang, pada tahun 2007, sementara sekarang China adalah pemain PLTS terapung terbesar. Pada akhir 2018, Jepang dan China memiliki kapasitas terpasang PLTS terapung 1,3 gigawatt. Vietnam telah memasang 47 MW, sementara perusahaan pembangkit terbesar di India.
National Thermal Power Corporation (NTPC), mengonfirmasi bahwa mereka memiliki 200 MW PLTS terapung yang sedang dibangun di empat lokasi - menjadikannya salah satu pengembang terbesar di dunia.
Hingga 2019, PLTS terapung di antara negara ASEAN hanya terpasang di bawah 1 MW. Hal ini berubah sangat drastis dengan setidaknya enam negara baru-baru ini mengumumkan rencana PLTS terapung skala besar. Negara-negara tersebut yaitu:
Baca Juga: DSSA fokus tuntaskan proyek PLTU dan perkuat bisnis tambang batubara
Pertama, Singapura. Pada Februari 2019, Cleantech Solar Singapura mengumumkan penyelesaian instalasi surya berkapasitas 9,8 MW yang mencakup campuran surya atap dan 2,8 MW PLTS terapung. Otoritas air Singapura, memulai pembangunan 50 MW PLTS terapung di Waduk Tengeh pada Juli 2019 dan ditargetkan beroperasi pada 2021. Mereka juga sedang dalam proses mengimplementasikan dua PLTS terapung yang lebih kecil 1,5 MW di Waduk Bedok dan Lower Seletar.
Kedua, Thailand. Pada Juni 2019, EGAT Thailand membuka tender untuk PLTS terapung di Bendungan Sirindhorn 55,5 MW yang berlokasi bersama dengan PLTA Sirindhorn 12 MW. EGAT Thailand juga berencana untuk membangun PLTS terapung kedua dengan kapasitas 24 MW di Bendungan Ubol Ratana. Pada Januari 2020, konsorsium B Grimm Power Plc Thailand dan Energy China mendapat kontrak dari EGAT untuk membangun PLTS terapung 45 MW di Bendungan Sirindhorn.
Ketiga, Malaysia. Pada Agustus 2019, Pestech Malaysia menjalin kemitraan dengan pembuat inverter Sungrow untuk bersama-sama mengembangkan PLTS terapung di wilayah tersebut. Sementara pada Oktober 2019, produsen tenaga surya China, Risen Energy Co. Ltd memastikan kontrak untuk menyuplai 150 MW modul PLTS terapung untuk melistriki sebuah taman PLTS terapung.
Keempat, Vietnam. Pada Oktober 2019, Da Nhim—Ham Thuan—Da Mi (DHD) Vietnam ditugaskan untuk membangun PLTS terapung 47,5 MW yang ditargetkan akan ditambahkan sebesar 330 MW dimana 1 MW dapat menerangi 165 rumah tangga.
Baca Juga: Ini tiga aturan pelaksana untuk mendukung berlakunya IA-CEPA
Kelima, Filipina. Pada Oktober 2019, Meralco Powergen Corp Filipina - anak perusahaan utilitas terbesar di negara itu - mengumumkan rencana membangun PLTS terapung 110 MW di Danau Laguna. Keenam, Indonesia. Pada Januari 2020, PT PLN (Persero) menandatangani perjanjian pembangunan PLTS terapung dengan Masdar di Uni Emirat Arab dengan kapasitas 145 MW.
Lebih lanjut, menurut Sara, negara-negara ASEAN seperti Filipina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam memutuskan untuk memasang PLTS terapung terutama didasarkan pada keekonomian infrastruktur jaringan yang ada dan masalah kelangkaan lahan.
Sedangkan bagi Elrika, sumber energi bersih seperti PLTS terapung dapat membantu melindungi negara ASEAN pengimpor batu bara dari risiko harga bahan bakar yang tidak menentu dan pasokan logistik yang mahal dari pasar bahan bakar global. "Geografi dan demografi ASEAN menghadirkan peluang tersendiri untuk PLTS terapung," ujar Elrika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News