Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengubah kebijakan fiskal dari cost recovery menjadi gross split berhasil meningkatkan kepercayaan investor hulu migas. Hal ini ditandai dengan maraknya lelang blok-blok baru dan berhasil diraihnya pendanaan untuk mendapatkan sumber-sumber migas baru di berbagai wilayah di Indonesia.
"Sampai hari ini kita telah berhasil meyakinkan partner dan investor-investor global untuk meningkatkan investasinya di Indonesia. Keyakinan terhadap sistem gross split juga semakin tinggi karena sistem ini memberikan kepastian, efisiensi dan proses bisnis yang sederhana," jelas Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam keterangannya, Minggu (16/12).
Hingga awal Desember 2018 terdapat 32 blok migas yang menggunakan sistem gross split. Dari jumlah itu 11 blok merupakan hasil lelang tahun 2017 dan 2018, sebanyak 20 blok adalah terminasi kontrak periode 2018-2022. Sementara 1 blok merupakan hasil amandemen dari kontrak cost recovery menjadi gross split.
"Gross Split telah diterima oleh investor sebagai sistem yang memberikan kepastian pada investasi hulu migas kita. Eni SPA memutuskan beralih dari cost recovery ke gross split di Blok Merakes karena hal itu (kepastian investasi dan efisiensi)," ujar Arcandra.
Yang lebih menggembirakan, Arcandra melanjutkan, gross split juga memberikan pendapatan yang besar kepada pemerintah. Pertama, pendapatan negara tanpa pajak (PNPB) sebesar Rp 13,3 triliun melalui signature bonus blok-blok terminasi dan lelang.
Kedua, ketersediaan dana eksplorasi hingga Rp 31,5 triliun untuk meningkatkan temuan cadangan migas dan meningkatkan reserve replacement ratio melalui dana Komitmen Kerja Pasti (KKP). Terobosan ESDM ini akan memberikan jaminan mengingat selama ini biaya eksplorasi dari APBN hanya sekitar Rp 50 - Rp 70 miliar.
Arcandra mengatakan, signature bonus dan KKP menjadi salah satu instrumen penting untuk menunjukkan negara memiliki kuasa atas sumber daya alam. Sebelumnya dalam sistem cost recovery besaran signature bonus yang diterima negara tidak maksimal.
Salah satu contohnya adalah blok Mahakam yang setelah terminasi tetap menggunakan cost recovery. Saat perpanjangan kontrak, negara hanya mendapat signature bonus sebesar US$ 41 juta tanpa membayar KKP untuk menjamin eksplorasi baru.
Pendapatan negara dari blok Mahakam itu jauh lebih rendah daripada Blok Rokan yang memberikan pendapatan ke negara dan KKP senilai USD 1,3 miliar. Bahkan Blok Sengkang yang jauh lebih kecil dari Mahakam memberikan signature bonus dan KKP sebesar US$ 100 juta atau hampir Rp 15 triliun.
"Dengan gross split negara akan mendapatkan keuntungan maksimal dan investor juga mendapatkan kepastian akan investasinya. Inilah yang sekarang membuat investasi di hulu migas semakin membesar," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News