kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan BMTP terhadap impor produk pakaian dan aksesoris pakaian tuai pro kontra


Rabu, 17 November 2021 / 22:46 WIB
Kebijakan BMTP terhadap impor produk pakaian dan aksesoris pakaian tuai pro kontra
ILUSTRASI. Kinerja Industri Tekstil: Pekerja menata kain di sebuah pusat perbelanjaan di Bogor,


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

Baca Juga: Menkeu sebut perubahan iklim jadi isu utama dalam pembahasan global

Menurut Jemmy, kebijakan BMTP tidak akan memiliki dampak yang signifikan terhadap bisnis garmen merek global, sebab segmen pasar garmen merek global merupakan segmen pasar menengah dan atas yang tidak akan terlalu terpengaruh dengan penambahan harga belasan-puluhan ribu.

Di sisi lain, kebijakan ini juga bisa menguntungkan pebisnis garmen skala industri kecil dan menengah, sebab pengenaan BMTP bisa berdampak signifikan pada garmen impor segmen low to end yang memang bersaing langsung dengan garmen produksi IKM lokal.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan bahwa kebijakan BMTP terhadap impor pakaian dan aksesoris pakaian bisa memacu permintaan pada rantai industri tekstil di tingkat hulu.

“Ketika ada tambahan demand di hilir, akan ada tambahan demand juga di kain sampai ke fiber,” kata Redma kepada Kontan.co.id (17/11).

Tidak tanggung-tanggung, Redma bahkan memperkirakan bahwa utilisasi produksi industri tekstil hulu bisa mencapai maksimum di periode-periode mendatang sehingga industri hulu perlu melakukan investasi baru penambahan kapasitas produksi di tahun 2022/2023.

Untuk diketahui, saat ini total kapasitas terpasang industri hulu tekstil berkisar 2,5 juta ton per tahun. Berdasarkan catatan APSyFI, saat ini utilisasi produksi industri tekstil hulu sendiri sudah berkisar 85%-90%.

Faktor pendorongnya antara lain ialah menurunnya pasokan barang kompetitor dari China dan Vietnam seiring adanya krisis energi di China serta kebijakan lockdown di Vietnam. “Kalau kita enggak tambah investasi nanti malah bisa shortage di 2024,” ujar Redma.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×